Cerita dibalik NBISC 2015.
7 tahun merintis karir sebagai divisi acara, rasanya belum ada yang menyamai drama Konferensi PPI Nordic Baltik 2015. Pasalnya apa? Kami harus bersaing dengan efek Badai Helga yang menyerang daratan Skandinavia dan menyebabkan 2 orang pembicara belum sampai ke lokasi acara. Tapi seperti kata Queen, The Show Must Go On!
Tahun ini Persatuan Pelajar Indonesia kecamatan Stockholm mendapat kehormatan sebagai tuan rumah pelaksanaan konferensi Nordic Baltik. Jadi ceritanya, konferensi ini bertujuan untuk memetakan kekuatan riset dan bidang study para pelajar di wilayah Baltik dan mengimplementasikan ilmu mereka untuk kemajuan Indonesia. Tema yang diusung adalah “A Glimpse into The Future” dan menghadirkan para pelajar dari Norwegia, Denmark, Estonia, Finlandia, dan Swedia sebagai tuan rumah.
Jauh sebelum pelaksanaan acara tanggal 5 Desember 2015, telah banyak hal yang membuat saya tersenyum ketika mengingat seluruh proses kepanitiaan. Sebenarnya saya bukan ketua panitia, tetapi karena proses pemilihan kepanitian ini juga untuk mencari bakat untuk melanjutkan estafet koordinator PPI Stockholm selanjutnya, maka jadilah saya memilih beberapa nama untuk masuk sebagai divisi Akomodasi, Humas, Perlengkapan, dan beberapa divisi penting lainnya.
Entah berapa banyak malam yang kami habiskan berdikusi tentang format acara, tempat kegiatan, dan hal-hal teknis lainnya. Posisiku juga berada di tengah karena harus mendukung CS, sang ketua panitia untuk berkoordinasi dengan para steering committe lintas negara. Bagaimana rasanya berada dalam percakapan para mahasiswa PhD? Yah, saya sih santai aja. Bahkan ajakan CS dengan semena-mena menjadikan saya sebagai host ketika mereka memilih paper yang terpilih.
Bisa dibayangkan betapa resmi dan formalnya acara ini. Rangkaian tema spesifik dengan paper akademik, dihadiri oleh mahasiswa untuk berkontribusi pada Indonesia?
Jadilah kami harus bergerilya untuk mencari lokasi acara, serta menyiapkan website untuk pendaftaran dan penyerahan paper. Terus terang, bekerja dengan orang-orang yang baru dikenal selama 3 bulan membuat saya gugup. Terbiasa bekerja dengan teman-teman komunitas Anging Mammiri untuk setiap acara, saya telah menghapal setiap laku mereka diluar kepala. Saya tahu harus meletakkan ekspektasi dan kepercayaan sebesar apa. Tapi dengan grup yang benar-benar random?
Justru disitulah letak keseruannya dimulai.
Bahkan saya dengan CS tidak pernah seakrab ini pada tahun pertama. Banyak kesibukan yang membuat kami tidak pernah mengobrol panjang lebar, barulah ketika dia menghampiri saya di musim panas untuk mengawal PPI Stockholm, interaksi kami semakin terbuka.
Terang saja ketakutan bahwa saya terlihat militan di grup whatsapp sangatlah besar. CS akan berada di Indonesia ketika konferensi berlangsung. Tentu saja sebagai koordinator divisi acara membuat saya harus mengingat semua detail pendukung mulai dari rundown acara, set list perlengkapan seperti tiang bendera, lcd, dan semacamnya, sampai ke menu makan siang.
Keterlaluan banyaknya?
Syukurlah bekerja paruh waktu di KBRI membuat saya mengenal lebih banyak orang dan ngobrol dengan banyak pihak. Betapa banyak bantuan yang diberikan, sampai rasanya tidak cukup saya menghaturkan banyak terima kasih. Bantuan dari mengantarkan konsumsi ke lokasi konferensi, aneka perlengkapan, sampai menjemput pembicara di bandara Arlanda. Hari sabtu pagi, bahkan ketika matahari belum juga bersinar sampai pukul 9 pagi.
Ketika seluruh persiapan telah dilakukan dengan matang, saya selalu berpikir tentang faktor X yang bisa datang setiap saat. Dampak Badai Helga baru ketahuan satu jam sebelum acara berlangsung. Entah bagaimana paniknya saya saat itu, mendengar kabar 2 pembicara utama serta 2 pemateri belum berada di Stockholm. Beberapa kali saya harus menghela napas untuk menyalurkan adrenaline yang seketika menyerang. Acara semestinya dimulai pukul 9.30 dan duta besar Swedia sudah berada di tempat sejak 9.20.
Selalu ada jalan bagi mereka yang bersungguh-sungguh. Setelah memastikan sesi pertama berjalan (walaupun terlambat 30 menit), maka episode memutar otak untuk mencari pemateri di sesi berikutnya terus berjalan. Koordinasi dengan CS yang sedang berada di Indonesia juga terus berlangsung. Rundown yang semula normal, seketika penuh penyesuaian sana-sini.
Rasanya Skytteholmskolan menjadi seperti pusat operasional penyelamatan pembicara. Seorang teman menjemput langsung ke bandara Arlanda kontingen dari Estonia, sedangkan yang lain menjemput rombongan Finlandia yang menggunakan kapal pesiar. Belum lagi saya juga harus menyediakan alternatif pembicara untuk mencegah ruang kosong di panggung.
Mungkin itulah waktu paling riweuh dalam karir saya di divisi acara. Ketika harus menjadi ketua panitia untuk menyambut para pembicara, menjadi floor director acara, sampai memastikan seluruh pihak (terutama tamu dari negara lain) mendapatkan pelayanan yang optimal. Bahkan makan siangpun terasa hambar.
Terima kasih banyak untuk teman-teman panitia kampung Stockholm yang sudah bekerja keras mendukung keberlangsungan acara ini. Untuk rasa sabarnya melihat saya yang tiba-tiba berubah menjadi militan (hahaha). Juga pada pihak kedutaan Republik Indonesia untuk seluruh dukungan moril dan materil.
Sampai jumpa di NBISC tahun depan!