Memilah rasa dalam Kelas Memasak Lilian.
Banyak hal yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya. Tentang asal usul, cerita masa muda, harapan-harapan, ataupun tradisi keluarga dalam bentuk resep-resep andalan keluarga. Setiap rumah memiliki dapur yang berbeda. Tentunya beda pula rasa yang hadir di setiap hidangannya. Entah merayakan kelahiran, keriaan, hari raya, ataupun makanan kesukaan setiap anak.
Diantara 4 bersaudara, saya bersyukur bisa sedikit mengikuti jejak rempah dalam tangan ibu. Pernah di suatu masa beliau sering terkena asma yang membuatnya tidak mampu bangun dari tempat tidur. Kala itu juga harus ada yang mengambil alih komando dapur. Kakakku yang justru kuliah di jurusan tata boga tidak banyak membantu. Kami kemudian menjadi kelinci percobaan dari sekian banyak bumbu yang masih terasa asing. Oregano, parsley, mustard hanyalah beberapa contoh kecilnya.
Pun ketika bersekolah di Swedia, beberapa kali resep ibu menjadi obat mujarab untuk menghilangkan rasa rindu. Ratusan kilometer tidak menghalangi toppa’ lada, coto makassar ataupun tempe bacem hadir di meja makan. Disini pula saya kemudian berkenalan dengan banyak spektrum rasa baru. Sambil mencoba menyelami dan mengenal lebih jauh kebudayaan Swedia, saya dan beberapa teman banyak berbincang tentang 3 bumbu dasar masakan di sana. Garam, lada, dan butter. Hahaha.
Perasaan inilah yang saya temukan setelah membaca kembali Kelas Memasak Lilian karya Erica Bauermeister. Buku terbitan Bentang Pustaka ini mengajak kita untuk mengenal berbagai macam resep dan rasa dalam kelas memasak yang dilaksanakan setiap hari senin. Lilian sendiri adalah seorang pemilik restoran di New York. Setiap tahun dia membuka kelas memasak bagi mereka yang sedang tersesat dan membutuhkannya. …