Berapa banyak cerita yang bisa terbilang dalam hitungan hari? Dari sekian hal baru yang dirasakan masih sedikit yang bisa menjadi tulisan. Belum lagi menghadapi suhu 14 derajat setiap hari, pulang kuliah rasanya hanya ingin bersembunyi di balik selimut sambil melanjutkan marathon The News Season 1.
Tapi dari sekian banyak hari di bulan September yang semakin mendekati abu-abu, kemarin titik inferior semakin menjadi. Saya membutuhkan seseorang yang akrab, familiar dan bisa memberikan tawa lepas. Yang paling pasti, rasanya senang bisa berbahasa Indonesia, dan bahasa Makassar, tentu saja. Tiap hari harus mengerahkan otak untuk mentranslasi bahasa Inggris membuat otak menjadi sedikit berasap.
Siang tadi saya bercerita banyak dengan seorang sahabat. Bagaimana rasanya kelimpungan menerima sekian materi kuliah dalam waktu singkat.
“Saya berada dimana ketika mata kuliah dasar Jurnalistik?” *dikeplak*
Saya selalu tersenyum ketika mengingat perkataan seorang teman dekat,
“You are such a lucky bastard”, perkataan yang dilemparnya sambil bercanda.
Mungkin memang benar iya, ada banyak keberuntungan yang bila dihitung dalam rupiah akan sulit saya jalani dengan gaji pegawai negeri sipil golongan III A. Perjalanan menempuh Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo dengan berkendara sebuah perahu Phinisi, menginjak tanah paling timur Indonesia, Merauke, atau menjejakkan kaki di negeri para Viking, Swedia.
Apa benar semuanya itu keberuntungan belaka?
“Selalu ada doa yang terselip dari ibumu untuk semua hal baik yang terjadi.”
Saya selalu mengingat kutipan yang entah pernah saya baca dimana. Bahwa sebaik-baiknya doa adalah perkataan ibu yang selalu mengingatkan untuk selalu berbuat baik. Melakukan semua hal dengan usaha maksimal. Walaupun konsekuensinya kadang waktu libur pun harus dipakai untuk bekerja. Semuanya berproses dalam hitungan bulan dan tahun.
Jauh dari rumah membuat pikiran saya sering berkelana. Betapa ajaib semua rencana Tuhan dan bagaimana semesta juga ikut berkomplot dalam memainkan perannya. Dulu, ketika pertanyaan “Kapan nikah” dilontarkan, saya selalu berceletuk,
“Insya Allah setelah bekerja, mengantarkan Ibu dan Bapak umrah dengan hasil keringat sendiri, dan kuliah S2 di luar negeri”
Semesta meng-iya-kan. Idiom be careful what you wish for sekali lagi terbukti. Tentu saja untuk hal yang baik. Bahwa cerita baru di Negara Skandinavia ini sebagai jembatan terakhir, untuk sebuah cerita baru yang menunggu di ujung sana. Sebuah pelajaran untuk memulai kembali. Memaknai diri di sebuah tempat yang begitu jauh dari rumah. Jauh dari teman.
Dibalik semua keriuhan mempersiapkan ayo-sekolah-lagi selama satu tahun, pelan saya belajar untuk mengenal diri sendiri. Berjuang bersama langkah kaki yang kadang kala masih tersandung, hati yang masih sering terjatuh dan doa yang tidak pernah berhenti mengalun. Ada 2 tahun menunggu di Negara baru, lingkungan baru, dan teman-teman baru.
Semoga saya bisa menjalaninya dengan penuh semangat.
Drama? Tentu saja ada! Saya akan meneruskan postingan mengenai perjalanan 19 jam Jakarta-Stockholm di lain kesempatan. Selamat akhir pekan!
Ketika ditawari seorang teman untuk ikut trial di kelas Hip-Hop, saya sempat berpikir 2 kali. Bukannya apa, badan segede-gede beruang akan ikut street dance seperti di film-film? Tapi berbekal pengalaman flash-mob (dengan lagu Lady GaGa) dan keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru, maka tantangan itu saya iyakan. Hasilnya?
Saya hanya bisa berdecak kagum selama kelas berlangsung. Sambil terus mengingat dan membayangkan seberapa sering Dian—sang instruktur—latihan. Dengan telaten dia mengajari kami—untungnya bukan hanya saya saja yang newbie! Ha!—satu persatu gerakan. Total ada 6 kombinasi yang dipelajari kemarin, dan saya hanya bisa mengikuti sampai kombinasi ke-4!
Hitungan yang ada pada Hip-Hop berdasarkan pada prinsip kerja otak kanan dan otak kiri. Melatih kreatif dan koordinasi sekaligus. Ketika yang lain sudah di gerakan ke 7, saya masih mengupayakan kaki melangkah dengan benar. Semuanya sudah di kombinasi ke-2, saya malah membayangkan beat lagu yang digunakan dan menyesuaikan gerakan tangan. Betul-betul membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi.
1. An aptitude for making desirable discoveries by accident; 2. Good fortune; luck.
After all I’m just an old-fashioned guy which always want to meet my significant other—half of my heart—or whatever you called it, in a bookstore or small coffee shop.
Or someone who falling in love with books and have a minute to talk about it while zipping a cup of coffee.