Perahu Kertas; epos lama tentang putri dan pangeran.
Saya dan seorang teman berdiskusi banyak mengenai arti kata “adaptasi”, “disadur”, dan “terinspirasi oleh” dalam mengalih visualkan imajinasi sebuah buku kedalam layar lebar. Beberapa orang berhasil, beberapa pula mendapat kecaman dari penggemar. Bagaimana dengan Perahu Kertas? Sepertinya dia akan cepat tenggelam.
Apa yang terjadi? Selama hampir 2 jam penayangan, entah berapa kali rasa bosan menyeruak. Sambil memperkuat sugesti, saya berkata kepada diri sendiri,
“bersabarlah, masih banyak fragmen-fragmen yang akan membuat kita menghela nafas bahagia. Entah itu adegan Kugi dan Keenan maupun Kugi dan Remi.”
Tapi, sepertinya itu cuma harapan kosong belaka. Entah siapa yang harus disalahkan. Apakah karena Perahu Kertas adalah sebuah cerita paling populer dari Dewi Lestari sehingga membuat kita membuat ekspektasi yang terlalu tinggi. Ataukah hal itu gagal di tangan Hanung Bramantyo, sang sutradara?