[Travelogue] : Bisikan Sunyi Pulau Kelagian
Sesampai di Pulau Kelagian, mata kami segera dimanjakan oleh hamparan pasir putih dan air laut yang jernih. Sejauh mata memandang, hamparan pohon kelapa tampak memenuhi tepi pantai. Terdapat beberapa pondok atau saung kecil di bagian dermaga Pulau Kelagian. Batas saung ini kemudian menandakan area yang bisa dikunjungi. Selebihnya adalah hamparan bukit dan hutan di belakang gunung.
Tipologi pulau-pulau kecil yang berada di Kabupaten Lampung Selatan semuanya berupa gunung dengan hutan yang masih sangat hijau dan belum tersentuh. Berbeda dengan pulau-pulau kecil di lepas pantai Makassar yang berupa pulau datar dengan kombinasi pasir putih.
Catatan khusus adalah Pulau Kelagian merupakan pulau yang dijadikan sasaran tembak maupun arena tempur tentara Angkatan Laut. Nah loh! Oleh karenanya pulau ini tidak menjadi tempat wisata yang umum dan dikunjugi oleh kebanyakan orang. Rata-rata mereka memilih Pulau Pahawang Besar yang memiliki akses dan fasilitas yang lebih memadai. Tapi dimana menariknya?
Satu cerita khusus tentang Pulau Kelagian adalah ketika menanyakan akses menuju pulau-pulau di sekitar Pulau Pahawang, saya sempat membuat janji dengan seorang tukang perahu yang namanya saya dapat di blog. Dia menjelaskan dengan ramah bagaimana rute untuk berkunjung dengan nyaman dengan budget 500 ribu perhari. Tentu saja bagi kami yang melakukan trip hanya berdua, nominal tersebut sangat besar. Maka kami mencari alternatif-alternatif lain.
Ternyata sesampai di Pulau Kelagian, satu-satunya penginapan yang ada dikelola oleh tukang kapal tersebut! Alamakjang! Padahal kami telah mengatakan tidak jadi berkunjung pada akhir pekan tersebut.
Jadinya alternatif yang adalah menginap ala backpacker dengan peralatan seadanya di saung-saung di tepi pantai. Rasanya? Survival mode on. Jangan khawatir dengan konsumsi selama di pulau, karena ternyata ada 3 warung yang menjual makanan. Kami membayar 17 ribu rupiah untuk satu menu lengkap berupa nasi, sayur dan ikan goreng. Selebihnya, menu mie instan menjadi pilihan. Makanya kami agak salah berencana, hanya membawa jatah satu kali makan.
Bapak Than, yang menyambut kami bertugas sebagai guard dan penjaga kebun kelapa milik TNI. Kami dijelaskan bahwa pulau tersebut sering dijadikan area camping, tapi tentu saja dengan peralatan yang lengkap. Patut diketahui bahwa di pulau tersebut belum ada listrik. Penerangan yang ada hanya dari genset untuk menerangi penginapan dan satu warung. Bagaimana kami tidak mengatakan bahwa memang edisi perjalanan ke Lampung adalah perjalanan yang nekat?
Persoalan tempat tidur (bukan tempat nginap) beres, selanjutnya kami mencari akal bagaimana bisa hopping di pulau-pulau terdekat. Ada beberapa spot yang bisa dikunjungi, yaitu Pulau Pahawang Kecil, Tanjung Putus, dan beberapa pulau kecil lainnya. Kenapa kami harus memperhitungkan masalah biaya? Berkat ketololan dan kecerobohan, saya lupa mengambil uang di ATM. Salah perhitungan cuy! Padahal kami baru tiba.
Selalu ada jalan untuk mereka yang nekat. Selesai makan siang, kami melihat serombongan keluarga yang telah selesai berekreasi di tepi pantai. Ternyata mereka yang berkunjung ke Pulau Kelagian biasanya mengambil one day trip. Pergi pagi, pulang sore. Toh kalau ingin nginap, semuanya sudah direncanakan dengan matang. Berbekal dengan pertanyaan ala kadarnya, dan kami menyapa tukang kapal yang mengantar keluarga tersebut. Menanyakan dimana kalau ingin menyewa perahu untuk berkeliling. Ternyata di Pantai Klara seluruh perahu tradisional bisa disewa dengan harga yang lebih murah! Setelah menanyakan apakah Uda’ (ya, dia orang Padang) bisa mengantar kami berkeliling, dia pun mengiyakan. Dengan catatan sang keluarga yang diantarnya akan segera beranjak.
Tuhan memang baik, setelah nego harga (300 ribu rupiah!) kami beranjak menuju 3 spot, yaitu Kelagian Kecil, Pahawang Kecil dan Tanjung Gosong. Untuk mereka yang senang dengan freedive akan menemukan banyak spot menarik di 2 spot pertama. Tetapi karena saya masih trauma dengan episode hampir tenggelam di Gili Air, saya tidak terlalu menikmatinya. Barulah pada spot terakhir, dengan kedalaman 1 – 1,5 meter dengan visibility yang oke, saya mampu snorkeling hampir 1 jam. Di spot ini pula saya bertemu dengan keluarga clown fish yang ukurannya besar! Whooa!
Selepas snorkeling, kami kembali ke Pulau Kelagian untuk menikmati sunset. Saat itu asli hanya kami berdua yang berada di pantai. Bisikan sunyi dari deburan ombak, barisan pohon kelapa sangat terasa. Bagi kami yang telah berteman selama 13 tahun, perjalanan ini berarti banyak. Tidak hentinya kami saling bercerita tentang segala hal, bahwa memang ada hal-hal yang hanya bisa dimengerti oleh orang tertentu. Puncak sepi itu ketika kami memejamkan mata, menyaksikan perpindahan petang ke malam dan bermandikan bintang yang muncul satu-persatu.
Pulau Kelagian selalu memanjakan mereka yang ingin mencari jeda. Entah untuk sejenak atau beberapa lama. Akan disambutnya semua lamunan, keinginan, dan kesendirian dengan hangatnya. Tentu saja dengan catatan, apakah kalian bisa menangkis sepi yang ditawarkan oleh pulau ini?