Browsed by
Category: Catatan Perjalanan

Menuju barat, menuju pusat keramaian Eropa (2)

Menuju barat, menuju pusat keramaian Eropa (2)

Setelah berlari kurang lebih satu kilometer, saya hanya tertegun melihat metro menuju stasiun sentral baru saja berlalu. Aaak! Metro selanjutnya adalah 4.05 dimana waktu perjalanan ke stasiun adalah 20 menit dan saya hanya mempunyai waktu 5 menit untuk berlari ke terminal bus. Begitulah ritme hidup di Stockholm. Karena semua transportasi umum sudah mempunyai jadwal yang jelas, kita bisa memperkirakan rute perjalanan dan waktu tempuh yang ideal.

Jembatan cinta di Cologne
Jembatan cinta di Cologne

Akhirnya dengan muka memelas saya meminta tolong kepada mbak penjaga loket untuk menelpon operator taksi untuk mengetahui kepiluan berikutnya. Harga argo ke stasiun sentral setara 3 kali lipat tiket pesawat ke Paris (backsound petir menggelegar). Saya memutuskan untuk berjudi dengan nasib. Kalau saya memang ditakdirkan untuk pergi, saya akan pergi. Apapun yang terjadi semesta akan mendukung.

4.05, metro datang dan dipenuhi oleh orang-orang yang pulang dugem.

Read More Read More

Menuju barat, menuju pusat keramaian Eropa (1)

Menuju barat, menuju pusat keramaian Eropa (1)

Saya selalu kagum dengan mereka yang melakukan perjalanan sendirian. Seperti petualangan Agustinus Wibowo dalam menjelajahi berbagai sudut terpencil bumi, atau mereka yang mengatakan ingin mencari sesuatu dalam setiap hakikat berjalan. Dengan modal nekat dan percaya diri yang dipaksakan, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan solo travelling di beberapa kota selama seminggu lebih. Hasilnya? Saya menemukan beberapa simpul pengingat untuk hal-hal penting yang saya cari.

radioholicz-solo-travelling-leiden1
Jatuh cinta pada pandangan pertama, Leiden!

 

Euforia trip 5 kota ini sudah terasa sepekan sebelumnya. Kuliah sudah tidak fokus, kegiatan harian hanya diisi dengan mencari informasi ”what to do” atau ”what to eat” di kota-kota tujuan. Kemana kaki ini akan melangkah? Rencana awalnya adalah berjumpa dengan beberapa teman seperjuangan di Amsterdam. Karena kelas juga sedang libur paskah, maka saya memutuskan untuk berjalan sebelum waktu pertemuan kami. Saya memutuskan Paris menjadi titik awal, kemudian menuju Brussel, Cologne, dan Amsterdam.

Read More Read More

Stockholm dalam 180 hari.

Stockholm dalam 180 hari.

Kalau bukan Madeleine yang mengingatkan, mungkin saya sudah lupa hitungan hari yang saya jalani di kota ini. Bertemu dengan orang-orang baru, mendatangi tempat-tempat yang mempunyai ceritanya masing-masing. Mengapa saya sangat menyukai Stockholm? Karena saya bisa menemukan efisiensi bertemu dengan ritme kota yang sangat cepat. Ruang-ruang terbuka yang sangat memanjakan mata, serta orang-orang yang ramah. Rasanya seperti menyesuaikan dengan keakraban yang terasa familiar.

Salah satu sudut jalan Östermalmtorg
Salah satu sudut jalan Östermalmtorg

Saya juga sangat berdosa dengan blog radioholicz. Niatnya akan bercerita banyak tentang Stockholm dan ritme hidup selama disini, nyatanya masih beberapa postingan bertajuk Stockholm dan Swedia. Baiklah, ini sebagai postingan pertama dari sekian banyak cerita mengenai budaya, kebiasaan dan foto-foto selama saya bertualang di Stockholm. Berapa hari lagi saya akan menghabiskan waktu disini? Ratusan!

Read More Read More

Barangkali.

Barangkali.

radioholicz-barangkali

1.

Barangkali aku jadi gelas yang hangat, kopi yang diminum tergesa-gesa, atau sendok yang bunyinya mengganggu sunyi. Jika dia tidak suka kopi karena alasan tertentu, aku jadi kemalasan yang menahannya di tempat tidur atau cahaya dari jendela yang memaksanya membuka mata. Aku ingin jadi sesuatu yang dia sentuh pada pagi hari.

2.

Barangkali lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Dia semata sering melihatku melintas di depan rumahnya atau duduk membaca di warung kopi kesukaannya. Aku udara yang menyesakka dadanya ketika terhimpit penumpang lain di angkutan umum. Aku sesuatu yang belum memiliki nama. Aku ingin diam-diam mencintainya seperti benda kecil yang sengaja menjatuhkan diri dan berharap tidak pernah ditemukan.

3.

Barangkali lebih baik aku tidak bisa bicara. Aku tidak ingin menggunakan kebodohanku memilih kata melukai keindahannya. Aku tidak ingin bahasa kehilangan kuasa di hadapan tatapan matanya. Cintaku kepadanya melampaui jangkauan kata. Aku cuma mampu mengecupkannya dengan mata.

4.

Barangkali, pada akhirnya, dia adalah kota yang tidak berhenti dilalap api. Dari kejauhan, aku adalah laut lau yang menenggelamkan diri.

Makassar, 2014

*seseorang mengirimkan barisan puisi ini melalui akun instagram aan mansyur. seketika mengingatkan bahwa mungkin barangkali kami adalah pejalan yang saling melihat dari jauh. bergegas menyisipkan setiap baris doa dan sekeping ingatan di setiap langkah.

*selamat ulang tahun, aan mansyur!