Browsed by
Tag: Private Emotion

Officially Missing You

Officially Missing You

[soundcloud url=”http://api.soundcloud.com/tracks/65313767″ iframe=”true” /]

Well, I wish that you would call me right now
So, that I could get through to you somehow
But, I guess it’s safe to say, baby
Safe to say, that I’m officially missing you

*damn! i miss you so much kecil.

Tentang 27; bagian 2

Tentang 27; bagian 2

Bukan bermaksud sombong atau sok tenar, kemarin saya menghilangkan semua notifikasi ulang tahun di facebook. Ingin menikmati pergantian umur dengan keheningan, tapi sepertinya itu tidak mungkin.

Selepas #MozKopdarMks, after party terus berlangsung sama teman-teman @paccarita. Marathon kopdar dan tawa yang tidak pernah berhenti. Maka beruntunglah saya memiliki teman seperti mereka. Kebetulan mbak renny juga datang berkunjung, maka lengkaplah rute saya malam itu yaitu bersepeda dari rumah, lanjut ke hostaria, balik ke double dipps, dan berujung ke Happy Puppy untuk karaokean.

via @vbyutami

Sampai disitu saja? Saya pikir saya akan lolos. Kelar karaokean akan pulang ke rumah dan tidur menunggu pagi. Twit tata yang pertama mengundang gelombang ucapan selamat di linimassa. Sementara itu malam sabtu membuat sejumlah penghuni linimassa belum terlelap. Jadilah saya bersemu merah ketika koor Selamat Ulang Tahun membahana di room 207, sementara ucapan selamat tidak hentinya berdatangan di twitter, sms, dan bbm.

Puncaknya, kami masih melanjutkan kopdar di Black Canyon Pattimura, ketawa dan menggosip lagi, dan saya bersepeda jam 2 pagi membajak kamar mbak renny! Ketawa-ketawa lagi, tertidur jam 3 dan bangun jam 6 pagi dan bersepeda lagi pulang ke rumah.

Hari minggu ucapan selamat masih terus berdatangan. Sore harinya, saya bersepeda lagi ke benteng Rotterdam untuk piknik bersama geng perajut, dan lagi nyanyian selamat ulang tahun terdengar. 🙂

Read More Read More

Tentang 27

Tentang 27

Nafasku terengah, sesekali menyesuaikan ritme dengan rute kolam sepanjang 50 meter. Sesekali targetku meleset, untuk melepaskan satu helaan nafas untuk 2 kali mengayuhkan lengan kala mencoba gaya bebas, gaya renang favoritku. Semburat merah langit sudah semakin pekat, sementara baru saja menyelesaikan putaran ketiga. Tak lama panggilan untuk mengosongkan kolam renang terdengar. Sial! Pasti selalu begini kalau saya memulainya tepat jam 5 sore.

Ada sesuatu yang hangat menjalar di pikiranku. Walaupun tubuh harus menggigil melawan suhu air kolam, lengan yang terasa lelah karena menantang massa air untuk melaju, ada satu ketenangan yang saya peroleh. Ketika saya bisa mendengarkan seluruh otot dan berkomunikasi dengan anggota tubuh. Ketika tenggelam dalam air justru menghilangkan seluruh suara yang terkadang tidak begitu penting, dan saya bisa fokus terhadap suara, pikiran, dan hati.

Image by http://www.flickr.com/photos/jennbrady/

Sejenak, saya bisa memikirkan ritme hidup yang terkadang terlalu cepat, terkadang terlalu stagnan. Fokus yang terkadang sedikit terpecah ketika harus bersenggolan dengan orang lain yang ingin berenang juga, ataukah ketika pandangan untuk titik akhir terkadang kabur oleh kabut yang menyisip dalam kacamata renang, bukankah perjalanan hidup bisa dianalogikan demikian?

Beberapa jam lagi umur saya berkurang. Ketika dulu euphoria untuk merayakan satu hari spesial menjadi momen yang sangat krusial, sekarang saya lebih melihatnya kedalam. Untuk instrospeksi diri sendiri, sejauh mana yang telah saya lakukan? Untuk diri sendiri? Untuk keluarga? Untuk orang lain?

Bukankah sesuatu yang telah biasa bisa sangat menjebak pada kemapanan dan kenyamanan?

Inilah titik dimana saya menyadari bahwa memang kata komitmen menjadi hal yang paling saya hindari. Komitmen kepada diri sendiri, kepada orang lain. Untuk selalu berbahagia. Terkadang, hal-hal kecil bisa terlupakan untuk ritme yang terlalu cepat, maka saya belajar untuk menekannya. Memperlambat dan menikmati sejenak.

Read More Read More

Cinta harus pergi malam ini

Cinta harus pergi malam ini

When your lips are on my lips
And our hearts beat as one
But you slip out of my fingertips
Every time you run,*

“setelah ini kita harus bagaimana?”

Pertanyaan itu menggantung di udara. Sepekat udara malam, waktu kami bertemu. Remangnya cahaya membuat saya belajar bagaimana membaca ekspresi wajahnya malam itu. Entah pertanyaan itu sebenarnya ditujukan kepada siapa. Kepada saya yang masih memegang ujung rambutnya, ataukah pertanyaan kepada dirinya sendiri. Hanya degup napas tertahan kami yang terdengar. Disela-sela sura jam yang mengisi kekosongan.

Ini adalah kali pertama kami akhirnya pertama bertemu di dunia nyata. Tentu saja saya telah mengenalnya. Interaksi kami dulunya hanyalah batas junior dan senior di kampus, sebuah hukum rimba yang haram hukumnya dilanggar. Sewaktu lulus kuliah, pun saya masih segan kepadanya. Hanya berbicara seadanya saja. Apalagi saya tahu sedikit track record tentang dia,

“ah dia mah pecun. Siapa saja dia garap kalau mau”, kata seorang teman.

“lah, dia kan termasuk kategori piala bergilir. Liat aja tongkrongannya dimana tiap malam.”, lanjut seorang teman lagi.

The day I first met you
You told me you’d never fall in love
But now that I get you
I know fear is what it really was

Sepertinya cinta telah membutakan kami, ataukah nafsu membara. Saya tidak tahu. Bbm berbalas, cerita bersambut. Layaknya dua sejoli kami saling berbalas pesan. Entah pagi, siang dan malam. Gayanya yang bebas dan blak-blakan membuatku sedikit tertawa. Melepas diri sejenak dari suasana kantor yang kolot dan menyebalkan.

Diceritakannyalah orang-orang yang ditemuinya di mall, di kantor, atau dimanapun dia berada. Dengan nada jenaka dia menjadi fashion police, mengomentari mereka. Saya hanya bisa tersenyum saja. Menikmati riuh dunianya diantara stagnannya keseharianku.

Sesekali kami saling mengirim voice note. Rekaman pesan singkat yang selalu membuatku terlena. Ucapan selamat tidur yang selalu saya tunggu. Sementara saya? Hanya bisa mengiriminya potongan lagu dari koleksi smartphoneku. Bukannya tidak romantis, rasanya bibirku selalu kelu kala ingin mengiriminya sesuatu. Toh tidak semua hal harus diverbalkan kan?

Sampai akhirnya datang hari itu.

 

***

 

The world is ours if you want it
We can take it if you just take my hand
There’s no turning back now
Baby, try to understand

“Aku sayang kamu”

Sebuah pesan singkat yang membuat duniaku berhenti sejenak. Tertegun, saya mencoba meresapi artinya. 3 minggu yang berjalan cepat dan penuh ritme. Pernyataannya menohok. Cuma satu kalimat yang membuat ritme bekerjaku hilang siang itu. Kutinggalkan pesannya hanya dengan status R. Tanpa bisa berkata apa-apa.

Now here we are
So close yet so far
Haven’t I passed the test
When will you realize
Baby, I’m not like the rest

2 jam yang penuh kenangan. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengajaknya keluar. Makan malam dan bercerita panjang lebar. Genap sebulan pertemuan kami. Tentu saja tidak menghitung ketika kami hidup dan melakukan aktivitas yang sama di koridor kampus. Saya tahu ada yang berbeda malam ini. Sesuatu yang terasa sangat familiar. Yang membuat saya ketagihan akan hadirnya, lagi dan lagi.

***

“aku juga sayang kamu”,

Hanya itu balasku di BBM. Sedari tadi dia rupanya memperhatikanku. Ketika menanggapi semua ceritanya, atau ketika dia kembali menyatakan perasaannya.

Pelan akhirnya dia melangkah pergi. Menyurutkan niatnya untuk menghabiskan malam lebih larut lagi. Ketika dia mengetahui pernyataan itu bukan untuknya. Tapi milik orang lain. Untuk dia yang telah 3 tahun menjadi kekasihku.

 ***

*potongan lagu ini diambil dari Give Your Heart a Break kepunyaan Demi Lovato