20 Agustus selalu menjadi waktu yang istimewa. Selain satu tanggal spesial di bulan Oktober, mungkin kelak tanggal ini menjadi penanda sentimental bahwa ada fase hidup yang baru dimulai. Ketika saya harus menyesuaikan diri dengan banyak hal baru di Stockholm. Sebuah tempat yang kemudian saya anggap rumah kesekian.
Ketika bertemu dan berkenalan dengan orang baru, entah itu ketika sedang pub crawling atau jelajah kota, pertanyaan kenapa saya memilih Stockholm masih sering terlintas. Tentu saja jawaban standar saya adalah mengapa tidak? Mengapa harus memilih kota-kota yang telah populer untuk belajar dan mempunyai banyak diaspora masyarakat Indonesia? Saya sendiri ingin merasakan pengalaman dari sudut pandang orang pertama.
Bagaimana rasanya terekspose suhu minus 25 derajat? Bagaimana rasanya menyiasati cuaca yang berubah menjadi kelabu? Bagaimana rasanya memakan surströmming? Bagaimana rasanya masuk dalam lintas pertemanan masyarakat Swedia yang begitu dekat?
Mungkin saya harus berterima kasih kepada Rara yang mengenalkan saya kepada rasa candu pada kartu pos. Sebuah sensasi yang menarik ketika menerima sebuah lembaran dengan cap pos dari negara berbeda. Saya lupa kartu pos pertama saya berasal dari mana, tapi setiap kali dia plesiran ke negara-negara berbeda, beberapa teman di Komunitas Blogger Anging Mammiri cukup beruntung untuk mendapat sebuah kartu pos selain buah tangan lainnya.
Pengalaman korespondensi saya hanyalah sebatas sahabat pena yang dulu begitu tenar sewaktu duduk di bangku SD. Satu-satunya teman pena yang sempat beberapa kali berbalas surat berasal dari Sumatra Utara. Entahlah apa kabarnya sekarang. Saya kehilangan kontaknya karena satu-satunya arsip surat harus rela dibuang karena tersapu banjir yang rutin menyambangi rumah kami beberapa tahun silam.
Perjalanan imajinasi bersama kartu pos dari Rara seakan ikut dalam cuplikan ceritanya di Jepang, Polandia, Paris, dan beberapa negara lainnya. Akhirnya melalui selembar kartu itu saya berani bermimpi bahwa kelak akan ada waktu dimana saya bisa menginjakkan kaki di negara-negara tersebut. Ternyata semesta mendengarnya. Siapa yang menyangka saya bisa berfoto di depan menara Eiffel juga?
Kartupos menjadi barang nyata bahwa sebuah dunia bisa terjelajahi melalui sebuah benda nyata. Kita bisa melihat atau mencari informasi dengan cepat melalui bantuan internet. Tetapi ketika melihat potongan cap pos dari sebuah kartu pos, rasanya ada sesuatu yang terasa sangat personal. Sesuatu yang sangat nyata dan ada.
Berjalan ke beberapa negara, saya selalu menyempatkan untuk mengirimkan kartupos untuk beberapa sahabat atau kepada bapak dan ibu dan rumah. Seorang teman pernah menyatakan keheranannya mengapa saya mau mengelurkan uang sedemikian banyak untuk mengirimkan kartupos ke Indonesia? Di Amsterdam hampir 20 kartupos terkirim untuk beberapa teman. Saya sendiri berpikir bahwa rasa senang ketika menerima kartupos tidak bisa terbayangkan. Ketika berada di posisi orang yang bisa mengirimkan benda tersebut, mengapa tidak? Mungkin tahun-tahun kedepan saya kembali menjadi barisan penerima kartupos.
Untuk menandai waktu setahun saya di Stockholm, ada 5 kartupos dari Stockholm yang akan saya kirimkan kepada 5 orang yang memberi komentar pertama di postingan ini dan dua jejaknya di postingan yang lain. Semoga beruntung!
Pengalaman menjadi relawan Stockholm Film Festival.
Sore terasa begitu panjang ketika kami sibuk membenahi tenda panitia Summer i bio festivalen atau Festival Film Musim Panas di Stockholm. Beberapa orang tampak merapikan bungkusan merchandise bagi para pembeli kartu membership untuk festival film yang akan diselenggarakan pada bulan November yang akan datang. Saya dan Oskar sore itu membereskan permen, cemilan kecil dan mempersiapkan teh dan kopi yang akan dijajakan di kios panitia.
Ini adalah kali ketiga saya bergabung dengan festival film terbesar di Stockholm. Ketika melihat melihat pengumuman mereka mencari volunteer atau relawan melalui papan iklan Kulturhuseet, rasa penasaranku tergelitik. Bagaimana rasanya bergabung dengan tim yang benar-benar baru? Rasanya masih teringat dengan jelas ketika Jasmina, sang koordinator relawan mewawancarai semua calon volunteer untuk mengetahui keahlian, minat dan bakat untuk ditempatkan di divisi yang tepat. Gugup? Tentu saja! Belum genap 3 bulan di Stockholm saya sudah berani untuk menceburkan diri dalam satu lingkaran yang benar-benar baru. Toh dalam pikiran mungkin ini bisa membantu untuk berkenalan dengan orang-orang baru.
Selain berharap nantinya bisa nonton film gratis selama festival sih.
Untunglah gegap budaya tidak sampai terjadi ketika hari pertama bekerja. Ada begitu banyak keterbatasan yang membuatku tidak bisa dengan mudah masuk ke divisi utama. Kendala bahasa adalah yang utama, ketika seluruh koordinasi dilakukan dalam bahasa Swedia. Maka jadilah tahun lalu saya masuk dalam divisi Silver Screen Award yang bertugas untuk memberi informasi mengenai film khusus dari Amerika yang mendapatkan bersaing dalam kategori tersebut, memberikan daftar polling, sampai menunggu daftar polling tersebut dari pengunjung ketika film selesai.
Perasaan saya campur aduk. Antara ego dan gengsi. …
6 bulan tinggal bersama Arne Perrson, rasanya pengalaman kuliner khas Swedia saya sudah tidak perlu diragukan. Beberapa kali dia memasak atau membuat sesuatu, saya juga berkesempatan untuk mencicipinya. Semalam saya juga berkesempatan untuk melihat lebih lengkap apa saja yang dihidangkan ketika makan malam dengan tema Swedish Food yang diselenggarakan oleh Student Union. Hasilnya? Sebagian besar sudah pernah saya rasakan!
Ketika browsing mengenai makanan apa yang wajib dicoba ketika sampai di Swedia, beberapa channel atau tulisan di internet menyebutkan Surströmming sebagai raja kuliner Swedia. Penganan ini berupa ikan herring yang difermentasikan dalam kaleng sehingga menguarkan aroma yang kuat. Kadar baunya dibandingkan dengan durian—buah kontroversial itu—bahkan sudah ada aturan untuk menyantap Surströmming ini di luar ruangan. Karena gas yang membawa bau ikan tersebut akan menempel di furnitur, dan tercium di seluruh apartemen. Saya tidak sabar menunggu musim semi atau musim panas untuk mencobanya, sehingga saya benar-benar menjadi warga Swedia seutuhnya. Hahaha.