Hello, September!
Apa yang lebih menyenangkan daripada mendengarkan rintik hujan di minggu pagi? Jawabannya mungkin semangkuk bubur menado dengan ikan asin dan sambal yang pedas. Oke, mari singkirkan angan-angan tersebut sebelum menjadi momok yang lebih menakutkan dibandingkan bacaan saya akhir pekan ini.
Jangan bayangkan bacaan novel yang telah tertunda beberapa pekan untuk diselesaikan. Hari ini saya harus berhadapan dengan August Comte dan konsep positivistik miliknya. Kurang canggih apa lagi coba hidup saya sampai saya tidak menyadari bahwa 5 hari telah berlalu dari bulan September.
Dalam perjalanan menuju Skogås kemarin sore, seketika saya berpikir panjang. Kenapa akhir-akhir ini waktu seakan berlari? Apa karena saya terlalu menikmati seluruh aktivitas di Stockholm? Atau saya yang tidak bisa menyelesaikan semua ritme kegiatan yang diprioritaskan? Hari Jumat lalu saya akhirnya memberanikan diri untuk menuliskan semua jadwal kuliah normal dan kuliah tambahan di dalam buku biru. Jadwal itu kadang jadi bumerang yah. Di satu waktu bisa membantu untuk menjadi pengingat, lain kesempatan bisa menjadi beban karena melihat banyaknya jadwal yang padat merayap. Belum lagi jadwal bacaan, kelas berenang, latihan menari saman, koordinasi dengan PPI, dan masih banyak lagi.
Tunggu dulu, koordinasi dengan PPI?
Bahkan Anni-Emilia sampai mengernyitkan dahi ketika tentang posisiku sebagai koordinator PPI Kecamatan Stockholm. Selang dua minggu kepergiannya ke San Francisco, tiba-tiba saya mendapat banyak interaksi baru bersama teman-teman PPI. Mengingat sepanjang bulan Agustus begitu banyak acara yang diselanggarakan oleh KBRI di Stockholm untuk merayakan kemerdekaan RI, saya mempunyai banyak kesempatan untuk berinteraksi dan berbincang lebih banyak dengan beberapa orang.
Selama ini saya terlalu takut untuk dilabeli oleh mereka, ternyata saya yang terlebih dahulu memasang label itu. Saya dan pikiran yang terlalu jauh berkhayal. Maka memang benarlah adanya pepatah “Tak kenal maka tak sayang”. Pun selama 2 tahun absen dari kegiatan berkomunitas, ada sensasi yang hilang. Bagaimana hecticnya berkoordinasi dengan banyak orang, brainstorming mengenai hal-hal penting sampai yang absurd, ataukah hanya ngobrol bersama.
Setelah beberapa sesi pembicaraan bersama Winda, akhirnya melalui suatu Sabtu yang hangat, posisi koordinator PPI Kecamatan Stockholm resmi diletakkan dipundakku.
Saya selalu percaya bahwa satu kejadian akan mengantarkan ke kejadian yang lain. Posisi koordinator pastilah membuat akses ke beberapa keluarga Indonesia menjadi lebih terbuka. Termasuk misi PPI tahun ini untuk mengemban kembali kerjasama dengan Ikatan Keluarga Indonesia-Swedia. Salah satu rangkaian awalnya adalah acara Introduce to Sweden yang sukses digelar hari Sabtu yang lalu. Acaranya sendiri sangat bermanfaat bagi para pelajar yang baru menginjakkan kaki di Stockholm. Walaupun sudah ada pre-Departure Training dari Embassy sewaktu di Jakarta, rasanya informasi seperti ini sangatlah berguna.
Hal-hal mengenai to do and don’ts di Stockholm, informasi mengenai rekening bank, asuransi, kultur akademik, sampai budaya Swedia diperkenalkan secara ringkas.
Saya menyatakan protes kepada Mbak Anik dengan nada bercanda mengapa hal ini tidak ada sewaktu saya datang tahun lalu. Dia pun menjawab dengan nada yang tidak kalah ramahnya bahwa memang program semacam ini adalah kali pertama diselenggarakan oleh SIS dan akan terus dilanjutkan di tahun-tahun yang akan datang.
Mbak Anik pernah menjadi responden dalam salah satu penelitianku untuk tugas mata kuliah Third Television. Walaupun sering bertegur sapa kala pengajian rutin bulanan, pada saat wawancara itulah akhirnya saya bisa berbincang lebih akrab dan lebih dekat lagi. Bahkan kerjasama PPI dan SIS ini bisa terwujud karena beberapa obrolan informal yang telah dulu kami lakukan. Bahkan dia mengundang saya untuk mengikuti pesta Surströmming di rumahnya bulan depan! Yay!
Saya juga berbincang banyak dengan mbak Nada selaku ketua SIS mengenai kultur Swedia dan bagaimana melihat suatu persoalan dalam konteks lintas kultural Indonesia-Swedia. Disitulah kemudian kata prejudice hinggap dibenakku, apa benar iya seringnya kita meletakkan label kepada seseorang tanpa berusaha memberikan kesempatan untuk berinteraksi dan mengenali pribadinya lebih jauh lagi?
September tahun ini akan berlangsung dengan riuh. Mungkin tahun lalu bulan September adalah bulan penyesuain dengan ritme kuliah, model baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, maka tahun ini September akan dipenuhi oleh jadwal kuliah tambahan yang mengharuskan episode-mari-ke-kampus-setiap-hari, daftar bacaan yang tidak berhenti, dan proyek bersama PPI Swedia.
Semester TIGA yang berarti sudah separuh jalan telah terlalui di negara ini. Kenapa jadwal kuliahnya posesif? Karena untuk materi metodologi, sang professor membahas metode berbeda setiap minggunya dan mengharuskan untuk membuat mini-research berdasarkan metodologi tersebut. Maka terciptalah drama berikutnya.
Seringkali kadar kedekatan bisa menjadi sesuatu yang sangat subjektif. Saya sendiri ingin mencoba bekerja sama dengan orang lain, tapi karena faktor kedekatan, maka secara otomatis grup kami terdiri dari Anni, Kim, Madde, Andrea dan Heidi. Satu yang menariknya adalah nama Workaholics yang awalnya diusung secara iseng ternyata menjadi kenyataan. 3 orang diantara mereka bekerja penuh sampai kami harus mencari jadwal yang pas untuk berdiskusi secara nyata. Jadilah pembicaraan melalui grup facebook, lembaran attachment, dan materi presentasi minggu pertama menjadi bahan makanan mentah selama sepekan kemarin.
Tidak ada yang terasa lebih sulit ketika kita ingin memulainya dari hal yang sederhana. Dari sekian banyak ide yang berkeliaran di kepala akhirnya memaksa untuk dikeluarkan. Mungkin akan ada banyak cerita remeh-temeh mengenai keseharian saya selama 10 bulan terakhir di Stockholm. Inspirasi ini justru lahir ketika saya membaca blog seorang mahasiswa baru yang menulis semua pengalaman awalnya dengan penuh kesederhanaan tapi justru terasa sangat tulus. Silahkan berkunjung ke http://sarahannisa.tumblr.com kalau ingin mengikuti petualangan seorang gadis imut di kampus KTH di Stockholm.
Oh iya, bulan September juga berarti musim gugur telah resmi menyapa Skandinavia Raya. Sepanjang minggu ini langit Stockholm sudah berubah menjadi abu-abu dan hujan turun sepanjang hari. Akhirnya masa keemasanku tiba untuk menikmati wajah Stockholm yang sesungguhnya. *kemudian ditabok massal*
Apa kabarnya awal September kalian? Sehat selalu yah!