Perjalanan.
“Mencari travelmate untuk jelajah di thn 2013;
1. China-Mongolia-Siberia-Rusia, estimasi Mei atau Agustus
2. Amerika Selatan (Brazil, Chile dan sekitanya): estimasi Agustus (puasa-lebaran)
Waktu estimasi kira2 Agustus, point 1 dan 2 mungkin kedua-duanya atau salah satu point saja di thn 2013”
Ketika melihat barisan pesan tersebut dari seorang sesepuh di grup backpacker, saya hanya bisa tersenyum. Entah seberapa banyak langkah yang telah ditempuhnya. Entah berapa lingkar bumi yang telah dijalaninya. Hari ini kesini, esok kesana, hari lain kesitu. Apakah dia menikmati semua perjalanan itu?
Kenapa saya terdengar seperti sirik yah? Mimpinya untuk melihat tempat-tempat di dunia telah terlaksana, sementara saya masih tetap di tempat. Setiap orang memiliki jalan hidup yang berbeda-beda. Satu yang saya catat, terkadang teman ini, mampu berada di tiga tempat dalam satu hari hanya karena menyesuikan itineary dan bujet ala backpacker. Dengan dana seminim mungkin, melihat tempat sebanyak mungkin.
Sebut saya sentimental, sebenarnya apa yang kalian cari pada setiap perjalanan? Sebuah cinderamatakah, sebuah foto sebagai bukti bahwa kita pernah berada di suatu tempat untuk kemudian dipamerkan kepada orang-orang, ataukah hanya sebagai pemuasan terhadap diri sendiri?
Semua cerita mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain. Hakekat manusia adalah berkelana. Melanjutkan hidup dengan modal beberapa pengetahuan dasar yang dimilikinya. Kendala bahasa? Jangan dijadikan masalah atau beban di awal. Niscaya kita tidak akan kemana-mana kalau sudah berpikir seperti ini. Saya menyukai perumpaan Windy dalam bukunya Life Traveler, bahwa ada satu bahasa yang akan dipahami oleh semua manusia, yaitu bahasa dunia.
Pergilah ketika hatimu ingin pergi. Pergilah kemana langkah akan membawamu. Sebenarnya dari setiap perjalanan, ada perenungan yang terjadi. Ada proses pendewasaan yang membuat seseorang keluar dari batas-batas kenyamanan yang telah dibuatnya sendiri.
Dalam perjalanan terakhir saya ke Yogya, saya sempat bertanya,
“Apa yang saya cari dari perjalanan ini? Melarikan diri dari rutinitas?”
Atau hanya dasar pertemanan untuk menikmati liburan bersama-sama? Setiap perjalanan memiliki alasannya sendiri-sendiri. Bukan berarti harus selalu menemukan, tetapi terkadang itu berarti tentang memaknai kembali arti pertemanan. Dengan mereka yang sudah saya anggap sebagai saudara.
Apakah liburan ala backpacker bukan tipe saya? Secara prinsip saya menyukai efisiensi dalam konsep backpacking. Tapi saya bukan tipe petualang yang akan memburu sebanyak mungkin tempat untuk dijelajahi. Untuk apa merangkum banyak tempat ketika kau tidak bisa membawa cerita atau kenangan tentangnya? Seolah-olah pulang ke rutinitas hanya membawa kotak besar tapi kosong.
Biarkan setiap perjalanan membawa ceritanya sendiri. Tidak perlu terburu-buru, karena terkadang banyak momen-momen kecil yang bisa terekam dalam setiap perjalanan atau setiap tempat. Siapa yang bisa menebak kalau entitas-entitas kecil itu akan bermakna besar dalam hidup kita? Siapa yang tahu kalau pengalaman baru sedang menunggu di suatu tempat sementara kita berlarian kesana kemari hanya karena alasan efisiensi. 🙂
16 thoughts on “Perjalanan.”
backpacker jangan dijadikan kiblat. lakukan perjalanan sesuai ritme yg kamu rasa nyaman 🙂
yup, dibandingkan terburu-buru kemana-mana, saya justru menikmati tinggal di suatu tempat. menyerap energi dan aktivitasnya.
noted yang keren!
kadang saya juga mikir kayak gitu
harus diluruskan niatnya, jangan cuman berburu foto2 apalagi cuman ceklok buat ngelengkapi stampel di passport
^^
banyak yang memaksakan diri, hanya untuk pamer. tapi setelah itu apa? hanya tersisa foto-foto saja. yuk, traveling bareng!
ayoook!
menggelandang sepuasnya
😀
“Pergilah ketika hatimu ingin pergi. Pergilah kemana langkah akan membawamu”
Saya ingin kesana, ingin kesitu, ingin kemana saja. Tapi ntah kenapa tiket perjalanan yang terbeli -pada akhirnya- selalu ke Jogja. *ditusuk tugu*
hahahaha, yogya, kota sejuta kenangan. dengan ramintennya, dengan mirotanya, dengan kehebohan naik motor rental nya. rute harus berubah dong kakak sesekali. siapa tahu jodohnya bukan di yogya #eh
setujuu!
#nyamberjaya
=))
Salah satu bagian terbaik dari setiap perjalanan yang aku pernah lakukan adalah bicara dengan masyarakat setempat. Mendengar cerita mereka, walau hanya dengan berbagi cerita di warung. Akhirnya tersadar, terkadang di rutinitas kita lupa untuk bersyukur. Dan bagian terbaik lainnya adalah ketika pulang dan sampai di rumah, ada keluarga yang menunggu 🙂
setuju. justru dengan melepas identitas kita, terkadang ada pemahaman baru yang didapat. ada kesederhanaan lain. pun ketika jauh dari rumah, barulah terasa besar artinya kata “rumah”
jadi, kita sampai karena kita terus berjalan atau karena berhenti?
karena kita terus berjalan. terus melihat. terus merasakan 😀
saya malah punya cita2 mengelilingi Nusantara dulu sebelum menghembuskan nafas terakhir 🙂
good idea.. Kita satu tujuan kalo gitu. Haha
Kamu semakin matang menulis papabear. Btw, sy selalu membayangkan perjalanan mengelilingi dunia. Tapi kakimu mungkin lebih jauh menjejak dari kakiku. Tapi, sejauh ini saya cukup bahagia menerka-nerka tempat yang ingin kukunjungi. Bertemu dgn org2 yang pernah ada di sana dan menemukan realitas yg tdk bersesuaian dgn khayalan. Imajinasi sejauh ini ckup membantu mengelilingi dunia dan itu adl anugerah.
wuahhh…keren, …. iya musti kembali ke niat… klo sy travelling ut refreshing, mengunjungi t4 baru agar wawasan lebih terbuka..