Perihal menghitung keberuntungan.
Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika pramuniaga toko menyambut kami yang datang untuk mengikuti undian doorprize. Sesekali tawa gugupnya terdengar ketika mengaduk wadah yang terbuat dari kaca berisikan nomor-nomor beruntung. Saya, Kak Anchu dan beberapa orang lainnya saling melirik dengan cemas. Siapakah yang kiranya gerangan dapat menebus sebuah sepatu merk lokal yang kualitasnya sangat bagus hanya 700 rupiah saja?
Dari 4 kali penarikan nomor, tak ayal membuat saya mengingat kembali seluruh pengalaman yang terkait dengan pengundian hadiah secara acak. Entah mengapa saya tidak pernah berjodoh dengan undian semacam ini. Walaupun probabilitasnya sudah sedemikian kecil, ya tetap aja gak pernah dapat. Ketika ulang tahun kantor pun yang hadiahnya melimpah ruah, pun saya tidak mendapat apapun. Hahaha. Malam ini ya ternyata sama saja. Nomor yang saya pegang, 0023. Yang mendapatkan undian? 0028 dan 0022. Seketika ingin ku kayang dilanjutkan dengan roll ke depan.
Padahal ada loh teman saya dari jaman kuliah yang bisa dibilang hoki banget. Barisan hadiah mulai dari kulkas, televisi, handphone, kompor gas, jam tangan, semuanya sudah pernah didapatnya. Bahkan beberapa barang tersebut kemudian dijual ulang dengan harga yang lebih murah karena tidak terpakai. Beberapa teman bahkan berujar,
Ya doi emang hokinya gede kalau masalah door prize gitu.
Lantas saya kemudian berpikir, apa iya saya tidak akan pernah berjodoh dengan undian semacam ini? Apakah keberuntungan saya sudah habis digunakan?
*zoom out ke semua memori di Stockholm*
Hus! Kadang pikiran saya memang seruwet benang kusut. Padahal tidak pernah saya berniat mempertanyakan pembagian rejeki dari Yang Maha Kuasa. Ya semua orang pasti udah ada jatah rejekinya masing-masing. Gak usah khawatir, pasti gak akan tertukar kok.
Mungkin saja jatah keberuntungan saya harus diraih melalui kerja keras. Harus melalui aral rintangan yang kadang tidak mudah adanya. Bukan sesuatu yang datangnya seperti rejeki nomplok. Tapi apa yang terpenting dari keberuntungan itu adalah proses yang menyertainya. Proses berdewasa yang bisa jadi tidak semua mampu menjalaninya. Lantas apa hubungannya semua proses ini dengan hitungan keberuntungan?
Manusia memang gudangnya lupa. Padahal baru 2 hari yang lalu saya mengikuti training yang diselanggarakan oleh kantor tercinta. Salah satu kesalahan besar manusia itu adalah terkadang lupa bersyukur. Padahal ketika hati selalu merasa dicukupkan, maka semua hal-hal kecil menjadi sebuah keberuntungan besar. Saya lupa bahwa saya beruntung memiliki pekerjaan tetap. Bisa mengakses banyak hal yang tidak semua orang bisa. Ataupun bisa membayar cicilan rumah setiap bulan dan menyisihkan juga untuk keperluan ibu dan adek.
Terkadang kita atau mungkin saya pribadi lebih melihat ukuran keberuntungan yang begitu besar ini. Padahal sekali lagi nikmat-nikmat yang tampaknya kecil ketika dihitung juga bahkan nominalnya bisa jadi lebih besar. Manusia.
Kemudian ketika keluar dari toko sepatu tersebut, saya dan Kak Anchu sontak tertawa. Ya udahlah yah, emang bukan jatahnya dapat undian =)) Ya mungkin belum rejeki kali. Sama aja kayak jodoh. Kalau emang belum waktunya ya belum juga ketemu. Sekarang waktunya kerja keras supaya bisa membeli barang tanpa harus memikirkan diskon atau ikut undian.
Selamat menanti hari senin, temans!
2 thoughts on “Perihal menghitung keberuntungan.”
ujungnya jodoh.. pffft..
terima kasih untuk sharing ceritanya. apa perbedaan dari keberuntungan dengan cerdik?