Jadi protokol Masjid, siapa takut?
Berdiri di depan mimbar, berbicara kepada segenap hadirin. Mengucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dan berupaya mengucapkan nama khatib dan angka dengan baik dan benar. Menjadi protokol masjid sepertinya tidak semudah yang saya bayangkan.
Saya teringat perkataan seorang dosen di kampus dulu bahwa semua orang bisa belajar untuk berbicara di depan publik. Apapun medianya, semuanya bisa dijadikan sarana untuk latihan. Mimbar masjid? Tantangannya dua kali lipat karena berhadapan langsung dengan para audiens. Hal itu telah saya saksikan semalam.
Suaranya terbata, sesekali pandangannya gugup, melihat sekitar. Beberapa jemaah mengeluarkan tawa yang tertahan. Tapi remaja masjid yang lain terlihat menyoraki, bahwa ini adalah sebuah proses belajar. Sempat salah menyebutkan jumlah isi celengan shalat tarawih dan mengulang nama khatib tidak menghalangi langkahnya. Ketika informasi selesai dibacakan, wajahnya tersenyum lega. Dia berhasil melaluinya.
Proses regenerasi para remaja mesjid di Mesjid Baitul Yaqin telah berjalan lancar. Saya sendiri kaget ketika shalat tarawih di malam kedua, dan mendapati bukan lagi para pengurus masjid yang membacakan laporan harian, tetapi para remaja masjid yang masih berusia belasan tahun. Bahkan masih ada yang duduk di kelas 1 SMA! Ah senangnya!
Bukannya apa, selepas generasi saya di daerah tempat tinggal, era remaja masjid sempat hilang. Yah, katakanlah kami ini generasi yang terlalu cepat mengenali dunia luar, *eh, sehingga jejak di era kepengurusan langsung diambil alih oleh para pemuka masyarakat. *ditabok*. Ketika mendapati para remaja yang kembali mengurus mesjid, rasanya senang sekali.
Saya sendiri percaya bahwa menjadi protokol mesjid itu tidak mudah. Untuk Ramadhan kali ini para remaja mesjid bergiliran menjadi protokol dan menyampaikan informasi harian seperti nama penyumbang hidangan buka puasa, nama khatib penceramah sampai laporan keuangan mesjid. Tampaknya mereka telah bekerja keras latihan. Mereka percaya diri berbicara di depan jemaah tarawih. Saya sendiri yang telah menjadi pemandu acara di banyak panggung belum tentu bisa setenang mereka >.<”.
Kadang posisi mereka terlihat kecil dan hanya memberikan informasi selewat, tetapi sekali lagi ketika ditantang untuk menjadi protokol mesjid, saya mungkin akan berpikir lagi. Takutnya nanti malah jadi siaran radio. :D, yuk ah shalat tarawih lagi!
One thought on “Jadi protokol Masjid, siapa takut?”
love this post 😀