Cerita dari Makassar Traditional Games Festival 2012
Persiapan saya pada hari minggu, 28 Oktober sudah sedemikian matangnya. Ditemani angin sepoi-sepoi dan bayangan pohon yang begitu teduh, saya menikmati berlembar-lembar novel Book of The Lost Things. Memindahkan konsep piknik dan menikmati minggu siang, pikiran saya sempat terlempar dan bermain bersama keseharian David dan buku-bukunya. Sampai satu pertanyaan membuyarkan seluruh konsentrasi,
“Kak iQko nanti mau main apa?”
Itu pertanyaan dari Januar. Salah seorang penggiat komunitas di Makassar. Siang itu dia tampak bersemangat untuk membuat garis permainan Asing. Tampak di tangannya meteran, tali, sampai kapur yang digunakan sebagai penanda. Senyum khasnya selalu nampak, mengalahkan terik matahari yang hampir mencapai ubun-ubun kepala.
Dia bersama beberapa panitia dari @jalan2seru_mks menjadi koordinator permainan yang akan dimainkan sampai sore nanti. Di sudut lain ada yang sibuk membuat lubang untuk ma’cangke, ada pula yang membuat garis untuk ma’santo. Riuh rendah suara tawa selalu terdengar, ketika satu persatu para undangan datang. Mereka tersenyum melihat berbagai permainan yang sudah siap untuk membawa mereka ke masa lalu.
Siapa yang bisa menolak kenangan?
Barangkali tidak ada seorangpun yang hadir pada hari itu di Benteng Somba Opu yang mampu menahan sisi sentimental dan sisi kanak-kanak yang selalu ada pada setiap orang. Setelah sesi sambutan dari Kak Rere yang menjelaskan mengenai festival ini, suasana terus berlangsung meriah. Coaching tiap permainan selalu diiringi dengan teriakan. Bukti bahwa ada kegembiraan yang telah lama ditekan, siap untuk disalurkan.
Kenapa harus permainan tradisional?
Jawaban ini baru saya temukan beberapa jam kemudian. Diantara riuh tawa para undangan yang menikmati lompat tali, main santo ataupun semarak mereka yang main boi, di depan papan pengumuman Benteng Somba Opu duduklah 2 orang balita yang bahkan belum bisa bercakap dengan benar. Tatapannya tajam, seraya jarinya dimainkan di layar sebuah tablet. Ketika semua orang larut dalam kebersamaan kolektif yang begitu erat, 2 anak ini malah asyik dengan dunianya sendiri. Sebuah gambaran telak apa yang akan terjadi di generasi yang akan datang.
Tidak bermaksud nyinyir, tapi memang itulah yang terjadi. Ala bisa karena biasa. Mungkin saja mereka lebih terbiasa—dan akan lebih terbiasa lagi—memegang gadget di usia belia. Bandingkan saja dengan kita yang sudah bahagia hanya dengan sebuah bola tenis, batu yang disusun dan semangat persaingan yang fair lewat permainan boi. Atau bagaimana kata jangan menyerah secara tidak langsung diajarkan melalui permainan lompat tali. Apakah semua nilai-nilai itu akan sama?
Kak Rere sendiri berujar bahwa inilah yang menjadi dasar kekhawatirannya membuat festival permainan tradisional. Rasanya sangat jarang melihat sekelompok anak main “thunder” ataupun main santo. Kalapun ada, itu hanya ada di pelosok atau bagian pinggir kota. Pun popularitasnya semakin tergantikan oleh point blank, counter strike, atau permainan poker facebook. Apa yang nanti akan diceritakan kepada generasi berikutnya?
Satu hal yang saya tangkap adalah saya bangga menjadi bagian dari komunitas yang semakin solid. Berbekal ide yang sangat mentah, konsep festival ini kemudian dimatangkan oleh teman-teman lintas komunitas. Murni tanpa biaya, tanpa tendensi, tanpa harapan apa-apa. Semuanya bertujuan hanya satu. Bahwa semua orang bisa berbahagia dan menjalani masa kanak-kanak lagi. Bukti bahwa dari suatu niat baik, akan bertemu dengan sulur-sulur niat baik lainnya yang akan membawa kebahagian kepada semua orang lain. Berita menyebar dari jejaring sosial, bbm message, sampai menghadirkan lebih dari 150 orang yang berpartisipasi.
Sore itu sambil mengayuh sepeda dalam perjalanan pulang, saya mencatat dalam benak perkataan seorang teman panitia,
“bahagia itu ketika kita bisa membahagiakan orang lain”
Dan sore itu saya bersenandung bahagia.
12 thoughts on “Cerita dari Makassar Traditional Games Festival 2012”
Subhanallah..keren sekali ini tulisan..sangat sentimentil
terima kasih dentaq 😀
Tulisannya kk iqko bikin ketagihan.
*masih berpikir keras tentang senyum khas Januar yg mengalahkan panas matahari*
senyum ikhlas bekerja kak. melawan panasnya matahari jam 12 siang tawwa
Amazing kk..terharuu…
Semogaa #mtgf trus ada smpai anak cucu kita…
siip! wajib dilestarikan semua permainannya!
subhanallah…banggalah kita yg mempunyai kenangan terindah di masa kecil dengan mainan yang di persembahkan langsung oleh alam… untuk siapapun yang mempunyai ide, semoga Allah melimpahkanmu keberkahan atas silaturrahmi yg kalian eratkan…
tawa bersambung tawa, cerita bersambung cerita, bukankah bahagia itu universal?
duh. Tulisannya ka’ iQko..bikin kita merindu (lagi) event keren kyk #MTGF..
saya juga mau lagi, mudah-mudahan bisa dalam waktu dekat terlaksana lagi 🙂
duwh kerennya tawwa tulisannya, jadi nda pede sama tulisan sendiri *save as draft* *padahal alasanji supaya nda ditagih postingan*
keren sekali om tulisannya, sayang saya tak hadir di acara ini 🙁 . Tata’ Janu memang mantap 🙂