Mereview dengan hati. (1)
Tulisan ini awalnya untuk sebuah kelas menulis bersama yang meminta saya sedikit bercerita bagaimana menulis review musik. Ditambah lagi pertanyaan di milis blogger Makassar Anging Mammiri, bagaimana cara menulis yang baik. Saya mempublish tulisan ini dalam 2 bagian, dan semua review musik saya bisa dilihat di Creativedisc.com.
***
Ketika banyak orang yang bertanya bagaimana caranya membuat review atau resensi tentang musik. Maka saya cuma bisa menjawab, dengan menggunakan hati. Bukankah sesuatu yang memang kita senangi bisa dengan mudah kita deskripsikan dengan jelas?
Apa mau dikata, hidup selama 6 tahun di radio membuat telinga saya menjadi lebih toleran terhadap semua genre musik. Walaupun semua ada eranya masing-masing. Ada masa di mana Missy Elliot, Jay Z, Ying Yang Twins pernah menjuarai playlistku. Sampai telinga saya berubah ke taraf cadas dimana Slipknot dan Deftones menjadi santapan sehari-hari. Rrr, lantas bagaimana menulis review musik yang apik?
Ya itu tadi, bagi saya kesenangan terhadap suatu musik adalah suatu keharusan ketika ingin membuat satu deskripsi yang jelas. Biasanya untuk musik-musik baru, saya mendengarkan 7 sampai 8 kali sehari. Masuk dalam playlist utama di ipod, atau bahkan memutarnya secara single playlist seharian penuh. Apakah sesporadis itu?
Menurut saya iya. Ketika mengenal musiknya semakin sering, maka kita akan mudah mendengarkan bentuk musik tersebut. Instrumen yang digunakan. Elemen-elemen pendukung yang ada di setiap bagian. Tapi yang paling penting adalah “rasa” yang tertinggal di pikiran ketika mendengarkan satu lagu baru.
Satu buah lagu biasanya terbagi menjadi 4 bagian. Inilah elemen yang harus dicermati ketika ingin menganalisa lagu tersebut. Bagaimana Intro, Reffrain, Bridge, sampai bagian Outro mengalun. Ada lagu yang memiliki intro sedemikian panjang. Dengan ketukan-ketukan irama yang tersusun dari piano, gitar, ataupun gebukan drum. Telinga yang jeli dan genre musik yang berbeda biasanya akan menentukan bagian intro ini. Bagian intro menjadi semacam teaser awal, bagaimana sebuah lagu akan berjalan sampai akhir.
Bagian reffrain adalah pertengahan lagu. Sebagai puncak emosi. Biasanya dibagian ini banyak tersirat kata-kata inti dari sebuah lagu. Bagian bridge biasanya masuk sebelum reffrain terakhir. Dalam lagu yang bercorak rock ataupun slow, bagian bridge menjadi penyambung. Supaya ada bagian yang mengajak orang menarik nafas sejenak sebelum menikmati hantaman reffrain terakhir. Emosi dari outro pun bisa ditentukan disini. Apakah sebuah lagu akan meninggalkan kesan, ataukah akan berakhir gantung.
Yang biasanya saya perhatikan dan menjadi titik poin dalam mengulas sebuah lagu adalah bagian lirik. Sebenarnya lagu tersebut bercerita tentang apa? Apakah maknanya tercetak jelas pada bagian lirik, ataukah hanya bermakna tersirat? Bagaimana dengan beat dan tempo lagunya? Apakah sesuai dengan liriknya? Inilah modal yang bisa diberikan komentar. Ditambah lagi, biasanya saya mengasosiasikan pengalaman personal dalam lirik lagu. Curhat terselubung, yes? Memang iya. Tapi dengan begitu kita bisa menyelami perasaan yang ingin digambarkan sebuah lagu.
Umumnya informasi yang terdapat pada nona Wikipedia adalah informasi yang bersifat umum. Untuk artis-artis rilisan label besar, informasinya sudah lengkap dari A sampai Z. Dari Chart Billboard US sampai seluruh negara. Lain halnya dengan band atau artis yang baru melakukan debutnya, biasanya hanya terdapat informasi yang sangat sedikit. Disini biasanya taktik gerilya harus dilakukan, melacak sampai akun mySpace sang musisi.
Menurut saya sebuah review yang baik harus mencantumkan minimal pencipta lagu, produser, tahun rilis, sampai performa chart. Itulah tanda kesuksesan pada saat ini menurut ukuran industri. Padahal biasanya banyak lagu menarik yang tidak terdeteksi radar musik mainstream, justru memiliki corak musik yang tidak seragam dan sangat keren. Pertajam telinga!
One thought on “Mereview dengan hati. (1)”