Lonely float got in the way, You are the feel, and knew it anyway, Take a chance, it wasn’t what you know, Take my hand, and don’t let go.
*sepertinya nama Sia masih terus akan berkibar. Kali ini menunjukkan kebolehannya bernyanyi dengan nada lirih dan mengajak kita mengawang-awang dalam salah satu soundtrack film Fifty Shades of Grey. Dari pertama mendengar, saya sudah jatuh hati dengan nada membius terutama pada bagian reffrain. Sia selalu menakjubkan!
Ribetnya masakan Indonesia (beserta 101 alasannya).
Ketika saya mengunggah foto Coto Makassar di salah satu akun media sosial, seorang teman lantas berkata, lah kalau seribet itu masakan Indonesia, kenapa kamu mau bersusah payah membuatnya? Jauh-jauh ke Stockholm hanya untuk belajar masak?
Saya hanya bisa tersenyum sepintas, malas untuk menanggapi komentar tersebut. Saya sendiri percaya bahwa makanan bisa menjadi obat anti homesick yang bisa tiba-tiba menyerang. Melihat foto coto, mie kering, bakso melintas setiap hari di timeline membuat saya hanya bisa mengurut dada. Tapi saya tidak pernah mengeluh, hanya memberi emoticon frown disertai patah hati yang besar. Hahaha, rasanya sama seperti ketika teman-teman saya melihat beraneka foto yang saya posting. You get some, you lose some.
Sebenarnya pasokan bahan makanan Asia tidaklah terlalu susah di Stockholm. Toko andalan saya, Hongkong Trading, belum pernah mengecewakan. Segala rupa ikan dan sayur melimpah ruah, mulai dari kangkung, kacang panjang, santan instan, tempe, dan pete! Tapi oh tapi, tentu saja berbagai macam bahan makanan tersebut juga harus ditebus dengan harga yang lumayan. Jadinya saya hanya bisa berpesta dan masak segala resep nusantara hanya sekali sebulan. …
Hahaha, pertanyaan ini adalah sebuah ironi yang menjebak ketika track Don’t Stop Believing menjadi lagu pertama yang saya dengar di tahun 2015. Tepat 10 menit setelah pergantian tahun dan panggung utama hanya memutarkan montase perayaan tahun lalu, akhirnya perayaan malam tahun baru di Slussen kembali meriah dengan penampilan beberapa musisi lokal Swedia. Lagu pertama mereka? Don’t Stop Believing! What a cliche.
Setelah menghabiskan sore dengan membuat bakso dan bakwan, serta karaokean bersama teman-teman PPI Stockholm, kami memutuskan untuk bergerak menuju Slussen, sebagai pusat keriaan tahun baru di Stockholm. Berdiri selama satu jam di udara terbuka tidak pernah menyenangkan. Tapi merayakan pergantian tahun di tempat yang begitu asing pasti mendatangkan sensasi yang berbeda. …
Ketika melihat rumah ini, seketika kepala saya menyusun satu skenario di dalam kepala. Tentang sepi dan perjalanan yang terus berlanjut. Ketika mengambil foto ini, suasana Stockholm memang diliputi suasana abu-abu dimana-mana. Persepsi untuk menangkap suasana sekitar dan membangun serangkaian imaji. Seorang teman yang tidak sengaja melihat hasil foto ini kemudian menafsirkan lain, bahwa isi kepala saya sedang jenuh.
Saya hanya tersenyum. Isi kepala saya sedang dipenuhi adegan dalam serial Games of Thrones, tentang kompleksitas cerita dan suasana muram di penghujung musim keempat. Ternyata alam bawah sadar merefleksikan suasana tersebut pada foto ini. Hahaha, seketika saya hanya melihat ayunan yang kosong. Membayangkan ketika musim semi atau musim panas, halaman tersebut akan dipenuhi suara tawa bahagia sang anak.
Persepsi untuk melihat sisi berwarna atau horor itu ternyata hanya bermain di dalam konteks imajinasi saja.