Browsed by
Category: Ordinary Day

Mereka yang saya sebut rumah.

Mereka yang saya sebut rumah.

Saya selalu mengingat turning point ketika pertama kali mengenal komunitas. Mengenal riuhnya kebersamaan, bagaimana mensiasati perbedaan, menyelesaikan konflik, sampai pada batas terakhir, bagaimana menerima diri sendiri. Apa adanya.

Menyebut kata introvert, mungkin banyak orang akan mengernyitkan dahi. Memasang muka tidak percaya kalau saya mengatakan sifat ini melekat sampai awal 2005. Saya? Dengan semua barisan komunitas yang saya huni? Percayalah, masa SMP dan SMA membuat saya tenggelam pada perasaan rendah diri. Pasalnya, masa itu saya tidak bisa mengekspresikan diri. Belum menemukan teman sealiran. Saat semua orang membahas Counter Strike atau Sepak Bola, saya malah sibuk mencerna single terbaru Linkin Park atau Blur. Jadilah saya menjadi makhluk anti sosial. Hanya berinteraksi seadaanya.

Perjalanan bersama Ininnawa

Pengalaman melarikan diri dari kerumunan kampus inilah yang ternyata membawa saya kepada satu komunitas yang keren. Setelah sekian minggu berdiam diri di pojokan kafe buku Biblioholic –ya, ketika tidak ada mata kuliah, saya keluar kampus dan ke kafe buku ini—saya akhirnya memulai interaksi dengan para penggiat Ininnawa. Salah satu hal yang membuat saya senang berada disana adalah kebersamaan yang begitu hangat, tanpa terlalu banyak mencampuri urusan personal. Mereka tidak pernah bertanya mengapa saya ada di kafe buku itu dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, misalnya.

Read More Read More

Duffy – Hard For The Heart

Duffy – Hard For The Heart

And who ever says we belong to society,
The only human race,
If these wall will comfort me,
There will, pretty sure I am lost for so many ways

*jelas karir penyanyi dari Inggris ini terhambat di album kedua. Hard For The Heart didapuk sebagai track penutup dari 10 track di album Endlessly. Tampaknya Grammy yang diterima tahun 2009 tidak mampu berbuat banyak untuk album barunya. Hard For The Heart sendiri merupakan track paling sendu yang bisa dinyanyikan oleh seseorang tentang hubungan yang berjalan salah. Harus menyalahkan siapa? Duffy saat ini sedang dalam masa hiatus. Sampai kapan? Mudah-mudahan tidak lama 🙂

Sotoji; calon primadona baru dunia kuliner.

Sotoji; calon primadona baru dunia kuliner.

Saya adalah penggemar mie. Mulai dari jenis mie apapun bisa saya nikmati. Katakanlah mie pangsit, mie kuah, mie goreng, mie kering, mie celup dan berbagai olahan lainnya. Tempat menikmatinya pun kadang sudah tidak perduli dengan lokasi. Mulai dari warung makan, restoran, sampai lokasi yang agak Virgo (vinggir got) kalau memang rasanya nampol, pasti akan saya jabani. Akibatnya? Asupan karbo yang terus meningkat dan berjalan seimbang dengan lingkar perut. *puk-puk ikat pinggang*

Tidak sehat? Bukan hanya sekali saja saya membaca artikel ataupun melihat berita tentang asupan karbo yang terkadang tidak seimbang dari satu porsi mie. Syukur-syukur kalau jenisnya berupa mie pangsit yang ditambah dengan sawi hijau atau sawi putih, lah kalau sudah dapat mie china, atau mie kuah. Malah ditambah dengan ubi goreng atau lontong pula!

Sotoji

Maka berkenalanlah saya dengan satu produk baru yang katanya akan bisa menjadi alternatif pengganti mie. Maklum, saya sudah termasuk kadar posesif dengan mie. Bahan alternatif yang bisa jadi pengganti? Bihun! Bihun, atau yang di negara-negara tetangga dikenal sebagai bihon,bijon, bifun, mehon, dan vermicelli, prinsip pembuatannya memang bersumber pada beras. Awalnya beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak dan melalui proses dicetak menjadi benang-benang, lalu dikeringkan dan dijual dalam berbagai kemasan. Kini bihun tersebut hadir dalam kuah soto yang bernama Sotoji. Lah bukannya terigu dan beras itu sama-sama karbo?

Read More Read More