Sotoji; calon primadona baru dunia kuliner.
Saya adalah penggemar mie. Mulai dari jenis mie apapun bisa saya nikmati. Katakanlah mie pangsit, mie kuah, mie goreng, mie kering, mie celup dan berbagai olahan lainnya. Tempat menikmatinya pun kadang sudah tidak perduli dengan lokasi. Mulai dari warung makan, restoran, sampai lokasi yang agak Virgo (vinggir got) kalau memang rasanya nampol, pasti akan saya jabani. Akibatnya? Asupan karbo yang terus meningkat dan berjalan seimbang dengan lingkar perut. *puk-puk ikat pinggang*
Tidak sehat? Bukan hanya sekali saja saya membaca artikel ataupun melihat berita tentang asupan karbo yang terkadang tidak seimbang dari satu porsi mie. Syukur-syukur kalau jenisnya berupa mie pangsit yang ditambah dengan sawi hijau atau sawi putih, lah kalau sudah dapat mie china, atau mie kuah. Malah ditambah dengan ubi goreng atau lontong pula!
Maka berkenalanlah saya dengan satu produk baru yang katanya akan bisa menjadi alternatif pengganti mie. Maklum, saya sudah termasuk kadar posesif dengan mie. Bahan alternatif yang bisa jadi pengganti? Bihun! Bihun, atau yang di negara-negara tetangga dikenal sebagai bihon,bijon, bifun, mehon, dan vermicelli, prinsip pembuatannya memang bersumber pada beras. Awalnya beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak dan melalui proses dicetak menjadi benang-benang, lalu dikeringkan dan dijual dalam berbagai kemasan. Kini bihun tersebut hadir dalam kuah soto yang bernama Sotoji. Lah bukannya terigu dan beras itu sama-sama karbo?
Semua makanan aman ketika dalam taraf normal. Tidak berlebihan. Ya iyalah! Sebagai konsumen kita memang yang akhirnya mengendalikan nafsu kita untuk berbelanja atau mengkonsumsi. Maklum, isu banyaknya zat-zat aneh dalam adonan pembuatan mie saat ini sempat membuat saya keder. Apakah nantinya zat-zat tersebut tidak berbahaya? Disini letak poin kemenangan Sotoji. Sebagai industri rumahan, Sotoji sudah memiliki Nomor P-IRT atau SPP-IRT (Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga) yang sudah diakui oleh Dinas Kesehatan. Jaminan bahan baku yang pasti aman dikonsumsi. Plus, ada satu bahan lagi yang membuat takaran gizi Sotoji ini menjadi lengkap. Jamur tiram!
Awalnya saya merasa aneh. Lah, memangnya Jamur Tiram cocok dicampur dengan kuah soto? Ilmu persotoan saya hanya berkisar kepada kol, toge, kentang goreng yang dicampur dengan suwiran ayam goreng. Jamur Tiram tidak pernah menjadi alternatif lauk campuran. Ternyata trik ini berhasil. Satu porsi Sotoji cocok dinikmati dengan taburan Jamur Tiram. Walaupun dalam memasaknya bisa menjadi persepsi yang berbeda. Saya sendiri suka dengan Jamur Tiram yang agak kenyal, sehingga saya memasukkannya bersamaan ketika memasak bihun. Efek kriuknya lebih terasa. Kalau ingin Jamur Tiramnnya agak lunak, masak terlebih dahulu sebelum menambahkan bihunnya. Setelah itu tambahkan bumbu sotonya. Dijamin perut segera keroncongan mencium aromanya.
Satu yang saya sadari adalah bumbu koya yang terdapat pada pasukan bumbu Sotoji. Haruskah ditambah dengan bumbu koya? Well, bisa dikatakan inilah produk yang mengerti konsumen. Saya sendiri tidak terlalu menyenangi kadar kegurihan yang ditimbulkan bumbu koya. Cukup bumbu soto yang ada dalam plastik bening, bisa menjadikannya Sotoji dalam porsi yang pas. Tapi kalau Sotoji dimakan rame-rame, silahkan tambah bumbu koya. Harus ditambah kuah lagi yah! Supaya takaran rasa sotonya tidak nyelekit di lidah.
Makan rame-rame? Yah! Itu salah satu kebiasaan sarapan dirumah. Menjumpai sarapan berupa nasi putih dengan lauk lengkap bukan pemandangan yang aneh. Biasanya Mie Instant menjadi penyelamat untuk “pembasah nasi”. Walaupun akhirnya kekenyangan jadi jalan keluar. Nasi + mie instant, bukan kombinasi yang baik. Tapi sifat ringan dari bihun justru tidak menjadi masalah kala menjadi pengganti sayur. Ditambah ikan goreng ataupun lauk lainnya.
Apakah Sotoji bisa dinikmati kapan saja? Salah satu kelebihan Mie Instant adalah dia bisa dinikmati hanya berbekal air panas. Bagaimana kalau tidak sempat masak? Gas habis? Atau malas? Setidaknya dispenser dengan air panas bisa menjadi dewa penyelamat. Sotoji sukses melewati ujian ini! Walaupun waktu memasaknya menjadi lebih lama. Silahkan tuang air panas dalam mangkuk, taruh bihunnya, tunggu sampai 5 menit. Bihunnya sudah lunak dan siap disantap. Bagaimana dengan Jamur Tiramnya?
Nasibnya sama. Kalau ingin agak lunak, rendam Jamurnya terlebih dahulu sebelum merendam bihunnya. Voila! Seporsi Sotoji sudah bisa dinikmati. Tips yang bisa digunakan adalah kalau ingin kuah yang lebih hangat, air rendaman bihun pertama bisa dibuang terlebih dahulu. Ambil air panas lagi di dispenser, campur dengan bumbu soto. Yakinlah Sotoji bisa menjadi penyelamat untuk waktu makan nanggung, seperti jam 10 pagi, jam 4 sore, atau jam 9 malam 🙂
Bihun ditambah kuah soto dan jamur tiram apakah hanya bisa dinikmati secara konvesional saja? Meh! Pikiran saya terus menjelajah, akan diapakan lagi sebungkus sotoji ini? Berbekal 2 biji telur ayam, daun bawang, irisan cabe merah, saya ingin menuntaskan rasa penasaran. Apakah martabak bihun Sotoji bisa dibuat. Caranya rebus Jamur Tiram sampai lunak, rebus bihun sampai matang. Campurkan bumbu Sotoji, bumbu koya, dan minyak soto dengan telur. Tambahkan irisan daun bawang dan irisan cabe. Campur jamur dan bihun. Panaskan wajan dengan minyak secukupnya. Goreng adonan telur sampai matang. Hasilnya? Martabak Sotoji siap dinikmati!
Rasanya sebungkus Sotoji bisa dikreasikan sedemikian rupa. Walaupun awalnya saya sempat ragu, apakah memang Sotoji mampu menjadi primadona? Saya hanya agak terganggu dengan kemasan Sotoji. Plastik pembungkusnya tidak-buka-able. Begitu juga dengan bungkus bumbunya. Harus menggunakan alat tambahan entah itu gunting, pisau, atau cutter untuk membukanya. Bukannya apa, bagaimana kalau nanti kita tidak bisa menemukan gunting atau pisau ketika hendak memasak? *halah bilang saja malas*
Semua produk ada masanya. Siapa yang menjadi pionir, niscaya akan dianggap sebagai leader dari suatu produk. Ketika mie instant sudah akrab dengan satu merek tertentu, saya yakin Sotoji akan menjadi leader dan mempunyai kesempatan untuk bersaing di masa yang akan datang. Ingat bihun, ingat Sotoji. Mustahil? Tentu saja tidak. Perjalanan masih panjang. Rasa soto yang nendang, kemasan yang menarik, dan kemudahan untuk mengolah, menjadikan Sotoji bagai bintang yang siap untuk bersinar di persaingan makanan istant.
Apakah rayuan Sotoji bisa mengalahkan kadar posesif saya terhadap mie? Ketika berbicara tentang kesehatan dan gaya hidup saya yang sekarang, Sotoji menjadi amunisi utama saya. Lebih sehat dan mengenyangkan.
One thought on “Sotoji; calon primadona baru dunia kuliner.”
duh jadi laparrrr