Radio, sandiwara dan pencarian Gege akan cinta.
Jauh sebelum frase ”falling in love with people you can’t have” dipopulerkan oleh beberapa influencer di kanal sosial, Adhitya Mulya jauh lebih dulu menggambarkannya dalam novel kedua bertajuk Gege Mencari Cinta.
Mengingat kembali ke pertengahan tahun 2004, Adhitya Mulya menjadi nama baru yang menonjol. Ya, novel ini ukurannya sudah termasuk uzur. Tapi rasanya humor yang sangat kental dan keseruan cerita rasanya cocok dengan kadar keabsurdan hidup. Apalagi dengan latar belakang tempat cerita adalah radio, maka cukuplah faktor yang membuat novel ini menjadi bacaan favorit sepanjang masa.
Radio pada tahun 2004 menjadi media yang bisa disandingkan dengan televisi dan media cetak. Konten radio digambarkan sangat fasih oleh Adhit dengan penggambaran karakter yang kreatif dan menyenangkan serta suasana ruang siar yang kadang kacau balau. Seperti pada halaman 88, ketika Ipong disuruh untuk melakukan siaran langsung untuk pertama kalinya. Jadinya rusuh!
Tidak hanya itu, Adhit mengajak kita kembali pada roman sandiwara radio yang populer sebelum media visual tumbuh berkembang. Imajinasi kita diajak mengingat kisah Mantili ataupun cerita Nenek Lampir yang dituangkan dalam sandiwara cinta jaman perang kerajaan. Bagaimana semuanya ini bertaut dalam satu novel setebal 232 halaman? …