How deep is your love?

How deep is your love?

2 minggu terakhir entah bagaimana saya bisa menggambakannya. Sebuah minggu yang porak-poranda dan penuh dengan adrenalin. Saya tidak menyangka bisa mendapatkan adrenalin itu secepat ini lagi. Dimana saya berjuang mati-matian untuk melawannya. Tapi apa yang bisa kau lakukan ketika memang hatimu sedang jatuh cinta?

Image by http://circle--of--fire.deviantart.com/

“kita berada di perahu yang sama, tetapi memakai sepatu yang berbeda. Saya adalah Adidas dan dia adalah Louboutins”

Seperti itulah gambarannya. Sebuah cerita yang bisa tertebak dengan mudah. Tentang hati yang lagi-lagi dijadikan tempat sampah. Seperti pelajaran terdahulu yang selalu berulang. Tentang menaruh hati pada orang yang salah. Lantas, siapa yang harus menyesal dikemudian hari?

“Seringkali kita harus jatuh cinta pada orang yang salah, sebelum bertemu dengan orang yang tepat”

Saya berusaha menyakini ucapan itu. Bahkan dengan sikap skeptis dan apatis yang saya buat sebagai perlindungan, ya, saya merasa sepi itu semakin menguat. Lantas, ketika saya mengatakan ingin melanjutkan hidup dulu, berusaha memperbaiki diri sambil berusaha mendewasa. Kenapa dia harus datang menawarkan sesuatu yang salah?

Bersamanya, seperti menautkan jemari kanan ke kiri. Semuanya terasa pas. Ketika tidak seorang pun mampu memaknai Adele, Duffy, dan Amy Winehouse, dengan sebagaimana mestinya. Dia datang dan membawa pengalaman yang sama. Seolah bertemu dengan kembaran dari dunia yang sama. Bagaimana terkadang kami tersesat dalam pemaknaan sebuah lagu. Bagaimana melihat proses semiotika dalam video klip terbaru milik Rihanna, ataukah memang Lady GaGa diciptakan untuk menjadi penyelamat bagi mereka yang teralineasi.

Kami membahas itu semua. Diantara celotehan yang terus mengalir, saya berusaha masuk ke dunianya. Menyelami caranya berpikir. Mengetahui bagaimana cara dia mengambil keputusan. Tapi sepertinya begitulah posisi saya. Hanya sebagai teman yang enak diajak berbagi. Tidak lebih. Walaupun saya tahu, tetapi butuh lama untuk menyadari kenyataan ini. Apa yang lebih menyenangkan selain tenggelam dalam lumpur pembohongan terhadap diri sendiri?

Setidaknya saya tahu sekarang. Bahwa memang kami seperti cerita yang tidak berjarak. Seperti sebuah kereta yang hanya akan berjalan berdampingan tanpa pernah akan bersinggungan. Karena dia telah memiliki dunianya sendiri dan saya juga memiliki dunia saya sendiri. Dua dunia yang tidak bisa dipersatukan. Dan ketika ketertarikan akan Duffy saja yang berusaha dijadikan pelekat. Maka itupun akan menjadi sesuatu yang rapuh dan tidak akan bertahan lama.

Saya masih perkataan seorang teman diselasar sebuah rumah sakit. Ini adalah kebiasaan buruk sekaligus menjadi kebaikan saya yang utama. Terlalu cepat jatuh hati kepada orang lain dan selalu ingin berbagi dengan orang lain. Walaupun orang tersebut belum tentu baik atau memiliki niatan yang sama. Dan akhirnya saya yang selalu terluka diakhir cerita.

Berarti sampai disini petualangan hati ini lagi. Setidaknya saya mencoba untuk mengetahui apakah memang dia adalah the right one. Dalam kasus ini dia belum, dan saya masih harus jatuh cinta pada orang yang salah lagi. Saatnya menata hati lagi. Sambil melanjutkan hidup. Bahwa masih ada hari esok untuk dinikmati dan menemukan cinta lagi.

And you may not think that I care for you
Well you know down inside that I really do
And it’s me you need to show
How deep is your love?

The Bird And The Bee – How Deep Is Your Love

Pergi

Pergi

Entah mengapa sesak itu datang lagi.
Pada saat saya ingin memulai semuanya dari awal.
Membuang semua kenangan dan mulai melangkah kedepan.

Dia, yang datang menawarkan sesuatu.
Tapi entah apa,
Bahkan saya pun tidak mampu menjawabnya.

Karena hati ini telah terlalu terluka.
Sehingga tidak bisa membedakan.
Saat ini apakah harus pergi ataukah tetap tinggal.

Aku rindu dengannya.

Ketika sahabat selingkuh didepanmu.

Ketika sahabat selingkuh didepanmu.

Selera humor Tuhan memang aneh. Terkadang dia menghadapkan kita kepada beberapa keadaan yang membuat kita merasa ambigu. Ingin tertawa sekaligus merasa pedih disaat yang bersamaan. Itulah yang membuat saya terkadang berpikir, saya ini sebagai subjek lelucon atau objek leluconNya?

Love Me or Leave Me

Saya, yang selalu merasa skeptis dan apatis terhadap sesuatu yang bernama hubungan selalu diperhadapkan pada masalah yang sama. Dari semua kemungkinan probabilitas yang bisa terjadi didalam sebuah hubungan, kenapa harus saya yang selalu menjadi saksi mata atau penengah bagi mereka yang sedang bermasalah dalam hubungan?

Sabtu yang lalu pikiran saya terperangah mendengar penjelasan dari seorang sahabat. Dia yang menelponku di sabtu malam dan bercerita tentang sahabat lainnya yang tidak mengganggap dia pacarnya. Ya, mereka berpasangan, dan saya menganggap mereka semua adalah sahabat yang bisa dipercaya. Katanya, sudah beberapa kali dia menelpon nomor sang pacar dan ternyata seorang wanita lain yang mengangkat. Sebuah alasan klise? Itu hanya teman. Tapi apa benar begitu?

Saya hanya bisa menenangkannya. Memberinya janji manis bahwa mungkin memang dia itu sedang dalam tugas dan rekannya yang terpaksa mengangkat telponnya. Tapi berkali-kali? Saya juga tidak bisa mengambil kesimpulan. Toh saya tidak mengerti keadaan sebenarnya. Cuma saya yakin satu hal, memang sahabat saya itu menyembunyikan sesuatu. Terakhir kali kami bertemu, dia hanya bercerita masalah pekerjaan. Tidak ada lagi cerita panjang lebar tentang hubungannya. Entah dia tidak mau atau memang dia tidak berminat. Sayapun tidak memaksanya.

Sampai pada sore ini. Saya melihatnya di bioskop. Berdua. Tapi bukan dengan sahabat saya, melainkan dengan wanita lain. Hari ini memang dia off bekerja. Pun biasanya dia mengirimkan pesan kepada saya untuk ketemuan atau bercerita. Tapi sepertinya tradisi itu sudah berakhir. Dia sudah memiliki kegiatan yang lain. Ketika saya bertanya, dia nonton sama siapa. Dia hanya menjawab sendiri. Sialnya dia, tak lama kemudian sesosok wanita dengan rambut tergerai menghampiri dan menghujaninya dengan sejuta senyuman. Nonton berdua dan hanya berteman?

Oh, memangnya kita bersahabat sejak kapan? Kemarin sore?

Apa yang akan kalian lakukan? Apa yang saya lakukan kalau berada diposisi ini? Apakah memberi tahu sahabat bahwa memang pasangannya telah mendua? Mengingat betapa galau ketika dia menelponku sabtu malam yang lalu. Apakah saya akan memberinya nasihat bahwa selingkuh itu tidak baik? Tapi siapa saya? Apa hak saya untuk memberitahunya? Bukankah itu adalah hak pribadinya dia?

Begitulah saya, selalu berada diposisi yang sulit. Menjadi dilema tersendiri. Kejadian ini bukan pertama kali saya alami. Beberapa waktu yang lalu saya pernah mengalami ini juga. Ketika itu, saya menjadi tokoh jahat atau tokoh penyelamat. Karena membeberkan kisah dengan fragmen yang sama. Ketika itu saya merasa bertanggung jawab. Kali ini pun saya merasa terpanggil. Tapi siapakah saya?

Tuhan selalu pandai menunjukkan caraNya kepada saya. Bagaimana melihat dan menjalani sebuah hubungan. Ketika mereka sendiri yang menjalaninya bisa berbuat salah, lah bagaimana dengan saya yang sudah bertekad untuk tidak terlalu larut dalam menjalin hubungan? Mereka selalu lari kepada saya. Menganggap bahu saya cukup lebar untuk dijadikan penopang dan telinga yang sabar untuk mendengarkan cerita mereka semua. Tanpa sadar, saya menjadi lebih sinis dan skeptis dalam melihat sebuah hubungan.

Kita lihat saja bagaimana keesokan hari. Toh kalau sang sahabat tidak mau bercerita tentang siapa wanita yang menemaninya nonton, bagaimana sebenarnya hubungannya dengan sahabat yang satu lagi, dan apa yang sebenarnya dia cari dalam bentuk hubungan ini. Kalau memang dia tidak datang, berarti lepas sudah peran saya sebagai temannya. Sebagai pengingat. Berarti saya harus membiarkannya mengambil keputusan dan menjalani konsekuensinya sendiri. Karena bagaimanapun, itu bukan hidup saya.

Kepada U*** : Hey, saya menghormati semua keputusanmu. Tapi setidaknya pikirkan akan ada orang lain yang terluka
Kepada V* : Maaf, batas saya hanya sampai disini. Semoga semuanya akan baik-baik saja.

Image Suported by Miss Deathwish

Blue Screen.

Blue Screen.

Ini adalah minggu kedua sejak peristiwa Blue Screen ini terjadi. Anyhow and anyway saya masih shock memikirkan data-data yang nasibnya sudah almarhum. Bagaimana cara mengembalikannya?

Semuanya berawal dari beberapa minggu yang lalu, ketika saya ingin menggunakan Iron. Setelah menjalankan TweetDeck dan bermain game Farmville, seketika dia memunculkan Blue Screen dan setelah itu mati total. Untuk pertama saya masih bisa stay cool, menunggu pagi tiba dan berharap semuanya baik-baik saja.

Ternyata tidak! Sesampai dikantor, saya memperlihatkan kepada orang IT. Solusi dia, coba install ulang dulu. Siapa tahu hanya Windows nya yang crash. Dan eng ing eng, tetap tidak bias. Berarti dia sudah sampai di kesimpulan terakhir, bahwa hardisknya rusak dan harus ganti baru.

Setelah menjalani beberapa hari rawat inap di tempat service, akhirnya masalahnya sudah bias terdeteksi. Ada banyak bad sector yang terdeteksi. 10. 228! Mampus! Ini yang membuat hardisknya sudah tidak bias bekerja secara baik lagi. Ibarat sebuah jalan, terlalu banyak lubang di jalan, sehingga tidak bisa baik selama perjalanan.

Apa yang menjadi penyebabnya? Laptop yang sering dimatikan secara paksa ketika sedang bekerja. Entah itu karena ada program yang Not Responding, ataukah masalah yang lain. Akibatnya hardisk yang berputar diatas kecepatan 10000 RPM akan berhenti mendadak dan menyebabkan lecet dimana-mana. Apakah masih bisa diperbaiki? Sebetulnya masih bisa!

Disinilah kesalahan saya yang berikutnya. Teknisi IT di kantor sebenarnya sudah bilang, cukup suruh gantikan hardisknya saja. Soalnya dia tidak percaya diri untuk membongkar laptop saya. Takut tidak bisa dipasang secara utuh kembali. Data di partisi hardisk pasti masih bisa diselamatkan. Cuma Windows nya saja yang bermasalah.

Dan, saya kemudian mempercayakan nasib hardisk saya untuk di HDD Regenerator. Ini artinya, seluruh bad sector akan diidentifikasi dan kemudian direpair. Apa yang terjadi? Saking banyaknya Bad Sector, ternyata kemampuan repairnya menjadi failed dan harddisknya tidak bisa terbaca lagi.

Panik tentu saja seketika melanda. Pasalnya ada banyak data kantor yang tersimpan di hardisk. Berupa dokumentasi kegiatan yang tidak mungkin bisa diulang lagi. Apa jadinya kalau semua foto yang bergiga-giga itu hilang semua? Itu dokumentasi kegiatan kantor selama 1 tahun penuh!

Setelah mendiamkan Iron selama beberapa hari, akhirnya saya membukanya lagi. Melihat Iron seperti selongsong kosong lagi. Yang harus diisi program dan yang paling penting MP3 yang selama 2 tahun saya download hilang tidak berbekas. Belum lagi data iPod yang tersyncing ke iTunes, data kantor yang bertebaran, dan masih banyak lagi!

Disinilah saya sekarang. Masih berusaha membaca partisi hardisk yang lama. Kemarin dia sempat menampakkan diri dan memunculkan beberapa foto. Lantas mengapa tukang servis itu berkata bahwa hardisknya sudah tidak bisa diapa-apakan lagi? Malah dia mengusulkan untuk dikirim ke Jakarta dengan biaya yang tidak sedikit.

Hari ini saya belajar. Semua data harus berkala harus di backup. Sehingga tidak kecolongan untuk keesokan harinya. 2 tahun berturut-turut dengan masalah yang sama? Sangat tidak mengenakkan! Karena dimana lagi bisa mencari dokumentasi seperti foto dan dokumen lainnya?

Moral cerita : Jangan terbiasa untuk mematikan laptop secara paksa, karena akan menghancurkan kinerja. Kalau memang not responding, tunggu saja beberapa saat. Karena sistemnya pasti sedang bekerja keras juga. Mudah-mudahan blue screen itu tidak akan saya temui lagi.