A Beautiful Lie; ketika kebohongan berarti segalanya.
Hal kedua yang kubenci tentang diriku adalah “keahlianku” untuk mendeteksi apa yang tak terucap. Makna yang tersirat di balik kata-kata. Ini spesialisasiku. Dan pada saat itulah firasat mengambil alih. (Bilal ~ Halaman 238).
Seperti Bilal yang menjadi tokoh utama buku A Beautiful Lie yang ditulis oleh Irfan Master, kita pun akan berfirasat terus menerus kemana arah cerita buku ini akan mengalir dari halaman pertama. Sebuah kompleksitas yang terancang dengan sempurna dan dilepas sedikit demi sedikit untuk memberikan efek puncak yang mendebarkan.
Awal ceritanya sendiri di plot di tahun 1947, masa-masa di India bersiap mengalami revolusi. Perbedaan ras, suku, dan agama menjadi sesuatu yang sensitif. Suasana pasar digambarkan telah berubah, dan ini yang disadari oleh Bilal, anak 10 tahun, merasakan api dalam sekam. Tinggal menunggu waktu saja untuk terbakar.
Tapi di balik semua itu, Bilal hanyalah seorang anak yang sangat menyayangi Bapuji—sang ayah—yang jatuh sakit karena diserang stroke. Dia menceritakan bagaimana hubungan emosionalnya dengan Bapuji yang begitu memuja pengetahuan dan ditengah masyarakat miskin India dia tetap optimis dan membeli buku. Sebagai pengurus pasar, Bapuji dihormati oleh semua orang. Satu hal yang tersisa, Bapuji tidak mengetahui bahwa pun India sedang berubah.