Kepada M, sebuah catatan di pagi hari.
Hai M, apa kabarmu? Jakarta sudah memasuki musim penghujan. Seringnya sore hari, ketika saya telah sampai dengan selamat di asrama. Sambil menyaksikan awan kelabu yang berubah menjadi gelap dan akhirnya hujan, saya membayangkan kamu. Berada diatas lantai sekian, melihat hujan yang juga turun sambil mendendangkan lagu favorit kita, Everybody’s Changing.
Aneh ya rasanya ketika satu lagu bisa menjadi tema untuk kapanpun, untuk siapapun. Rasanya saya juga sedikit demi sedikit berubah. Mengikuti ritme ibukota yang terkadang sangat tidak manusiawi, berusaha mematikan perasaan ketika melihat anak-anak di lampu merah, para pekerja yang harus melawan hari, sampai terkadang saya menohok kepala sendiri,
“untuk alasan apa saya mengeluh?”
Tahulah M, manusia sering dilanda kegamangan ketika sendirian. Memikirkan rutinitas yang seolah menjadi penjerat kebosanan. Dulu sewaktu kita masih sekota, mungkin saya dengan mudah akan menculikmu dari kantor. Bercerita panjang lebar sambil mengunyah pizza dan mabuk fruit punch. Sesekali saya hanya butuh melihatmu, karena wajah teduh itu tidak pernah berubah dari kuliah. Wajah yang meneduhkan seluruh angkatan, walaupun saya tahu ada gejolak yang tidak pernah berhenti di pikiranmu.
Gejolak itu sepertinya berpindah dikepalaku. …