Browsed by
Tag: Sahabat

Selamat Ulang Tahun

Selamat Ulang Tahun

Bulan ini mereka berdua ulang tahun. Muhammad Yusran, 2 Desember dan Decy Wahyuni, 7 Desember. 2 orang sahabat yang terus menemani ketika satu-persatu teman kuliah mencari jalannya masing-masing. Diantara gelak tawa, berbagi cerita, selalu ada mengerti di pundak mereka. Selamat bertambah usia, mengaminkan semua doa untuk kalian.

*peluk

Para sahabat.

Para sahabat.

Ketika menyebut sahabat, ada banyak orang yang berjalan di dalam kepalaku. Mereka yang telah menjalani hari dan menjadi keseharian dalam hidup. Ulang tahun kali ini menjadi istimewa. Ada banyak orang yang tidak hentinya mengirimkan doa dan selamat. Hey Tuan Beruang, kenapa kamu masih sering kesepian dengan begitu banyaknya teman di sekelilingmu?

Hadiah pertama datang dari Ema. Teman seperjuangan dari bangku kuliah. Dia yang turut berjuang bersama dalam menaklukkan hidup. Tahun lalu dia menuliskan testimonialnya tentang saya. Tahun ini pun dia tetap menuliskan satu bait doa di blognya, Someone Like Him, betapa dia mengetahui bagaimana rasa cintaku kepada Adele.

Doaku tidak banyak, aku hanya berharap dan memohon pada-Nya semoga kehadiranmu selalu membawa kebahagiaan untuk keluargamu, sahabat-sahabatmu, or maybe to those who’ve cracked your soul. Bukankah orang baik selalu dirindukan kehadirannya? 😉

Amin. Saya hanya bisa mengaminkan saja. Kejutan kedua datang dari sahabat yang lain. Echy namanya. Bersama Uchk, kami bertiga tetap meluangkan waktu untuk sekedar bercerita. Melepaskan keluh kesah tentang dunia kerja. Selasa yang lalu kami berjumpa lagi. Echy datang membawa sebuah kue, “maaf untuk kado yang telat datangnya”. Saya tahu perhatian mereka tidak hanya sebatas itu saja, mudah-mudahan pertemanan ini akan terus berlanjut sampai selamanya.

Terakhir kado paling jauh datang dari Yogya, dari sang Ibu Negara. Saya belum berkesempatan mengambil kado itu. Saya pun rasanya sudah diteriaki olehnya. Hahaha, tetapi saya tahu itu adalah bentuk rasa sayangnya. Dimana pelan-pelan semua perhatian akan berubah bukan untukku tetapi orang-orang yang dikasihinya.

Well, 14 Oktober mungkin sudah lama berlalu, ucapan terima kasih ini baru sempat tertuliskan. Puluhan mention di twitter, barisan selamat di wall facebook, sampai sms dan telpon yang berisikan doa dan selamat. Terima kasih. Semoga saya bisa menjadi sahabat yang baik untuk semua orang. Semangat! Tuan Beruang!

Ketika sahabat selingkuh didepanmu.

Ketika sahabat selingkuh didepanmu.

Selera humor Tuhan memang aneh. Terkadang dia menghadapkan kita kepada beberapa keadaan yang membuat kita merasa ambigu. Ingin tertawa sekaligus merasa pedih disaat yang bersamaan. Itulah yang membuat saya terkadang berpikir, saya ini sebagai subjek lelucon atau objek leluconNya?

Love Me or Leave Me

Saya, yang selalu merasa skeptis dan apatis terhadap sesuatu yang bernama hubungan selalu diperhadapkan pada masalah yang sama. Dari semua kemungkinan probabilitas yang bisa terjadi didalam sebuah hubungan, kenapa harus saya yang selalu menjadi saksi mata atau penengah bagi mereka yang sedang bermasalah dalam hubungan?

Sabtu yang lalu pikiran saya terperangah mendengar penjelasan dari seorang sahabat. Dia yang menelponku di sabtu malam dan bercerita tentang sahabat lainnya yang tidak mengganggap dia pacarnya. Ya, mereka berpasangan, dan saya menganggap mereka semua adalah sahabat yang bisa dipercaya. Katanya, sudah beberapa kali dia menelpon nomor sang pacar dan ternyata seorang wanita lain yang mengangkat. Sebuah alasan klise? Itu hanya teman. Tapi apa benar begitu?

Saya hanya bisa menenangkannya. Memberinya janji manis bahwa mungkin memang dia itu sedang dalam tugas dan rekannya yang terpaksa mengangkat telponnya. Tapi berkali-kali? Saya juga tidak bisa mengambil kesimpulan. Toh saya tidak mengerti keadaan sebenarnya. Cuma saya yakin satu hal, memang sahabat saya itu menyembunyikan sesuatu. Terakhir kali kami bertemu, dia hanya bercerita masalah pekerjaan. Tidak ada lagi cerita panjang lebar tentang hubungannya. Entah dia tidak mau atau memang dia tidak berminat. Sayapun tidak memaksanya.

Sampai pada sore ini. Saya melihatnya di bioskop. Berdua. Tapi bukan dengan sahabat saya, melainkan dengan wanita lain. Hari ini memang dia off bekerja. Pun biasanya dia mengirimkan pesan kepada saya untuk ketemuan atau bercerita. Tapi sepertinya tradisi itu sudah berakhir. Dia sudah memiliki kegiatan yang lain. Ketika saya bertanya, dia nonton sama siapa. Dia hanya menjawab sendiri. Sialnya dia, tak lama kemudian sesosok wanita dengan rambut tergerai menghampiri dan menghujaninya dengan sejuta senyuman. Nonton berdua dan hanya berteman?

Oh, memangnya kita bersahabat sejak kapan? Kemarin sore?

Apa yang akan kalian lakukan? Apa yang saya lakukan kalau berada diposisi ini? Apakah memberi tahu sahabat bahwa memang pasangannya telah mendua? Mengingat betapa galau ketika dia menelponku sabtu malam yang lalu. Apakah saya akan memberinya nasihat bahwa selingkuh itu tidak baik? Tapi siapa saya? Apa hak saya untuk memberitahunya? Bukankah itu adalah hak pribadinya dia?

Begitulah saya, selalu berada diposisi yang sulit. Menjadi dilema tersendiri. Kejadian ini bukan pertama kali saya alami. Beberapa waktu yang lalu saya pernah mengalami ini juga. Ketika itu, saya menjadi tokoh jahat atau tokoh penyelamat. Karena membeberkan kisah dengan fragmen yang sama. Ketika itu saya merasa bertanggung jawab. Kali ini pun saya merasa terpanggil. Tapi siapakah saya?

Tuhan selalu pandai menunjukkan caraNya kepada saya. Bagaimana melihat dan menjalani sebuah hubungan. Ketika mereka sendiri yang menjalaninya bisa berbuat salah, lah bagaimana dengan saya yang sudah bertekad untuk tidak terlalu larut dalam menjalin hubungan? Mereka selalu lari kepada saya. Menganggap bahu saya cukup lebar untuk dijadikan penopang dan telinga yang sabar untuk mendengarkan cerita mereka semua. Tanpa sadar, saya menjadi lebih sinis dan skeptis dalam melihat sebuah hubungan.

Kita lihat saja bagaimana keesokan hari. Toh kalau sang sahabat tidak mau bercerita tentang siapa wanita yang menemaninya nonton, bagaimana sebenarnya hubungannya dengan sahabat yang satu lagi, dan apa yang sebenarnya dia cari dalam bentuk hubungan ini. Kalau memang dia tidak datang, berarti lepas sudah peran saya sebagai temannya. Sebagai pengingat. Berarti saya harus membiarkannya mengambil keputusan dan menjalani konsekuensinya sendiri. Karena bagaimanapun, itu bukan hidup saya.

Kepada U*** : Hey, saya menghormati semua keputusanmu. Tapi setidaknya pikirkan akan ada orang lain yang terluka
Kepada V* : Maaf, batas saya hanya sampai disini. Semoga semuanya akan baik-baik saja.

Image Suported by Miss Deathwish