Browsed by
Tag: Sahabat

Harapan.

Harapan.

Terkadang berat ketika harus menjalani hari dengan memikirkan beban yang dipikulkan oleh orang-orang terdekat. Sebagain dari kita menamakannya tanggung jawab dan sebagian lagi menganggapnya ya sebagai beban. Apalagi ketika mengetahui konsekuensi logis yang diharapkan oleh beberapa orang. Maka makin beratlah semua beban itu.

Image by http://iuliana13.deviantart.com/art/F-R-E-E-D-O-M-145677029
Image by http://iuliana13.deviantart.com/art/F-R-E-E-D-O-M-145677029

Saya sendiri membahasakannya sebagai harapan. Sebagai doa yang dipercayakan oleh orang-orang terdekat, entah itu ibu di rumah, atau teman-teman di komunitas. Sebuah statement yang menyatakan bahwa mereka percaya kepada saya, untuk meraih mimpi tersebut. Sayangnya beberapa harapan akan menjadi sedikit melayang. Siapkah kita menghadapinya?

Read More Read More

Agustus!

Agustus!

Saya setuju pada mereka yang mengatakan bahwa selalu ada semangat yang baru menyambut awal bulan. Bukan hanya tentang gaji yang masuk ke rekening, tetapi lebih kepada spirit sesuatu yang baru layak untuk diperjuangkan lebih. Mengejar target yang ada. Kalau diri sendiri tidak memasang target, akan apa jadinya hidup kemudian?

Tapi mengenai target dan mimpi, saya selalu bercermin dan melihat seseorang yang lahir di awal Agustus. Ada begitu banyak cinta untuknya, ada begitu banyak imaji yang tertuang dikepalanya. Sehingga pun ketika kau bertolak di teras imajinya, hanya akan kautemukan beberapa keajaiban yang mengalir dari tangan perempuan ini.

Merunut kebelakang berdasarkan angka dan statistik, saya mengenalnya 8 tahun yang lalu. Menjadi teman seangkatan di kampus kurang lebih 5 tahun. Selama 9 semester inilah dia tidak berhenti menjadi role model bagi saya dan seluruh rusher. Dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ajak dia berdiskusi tentang apa saja, maka dia akan meladenimu dengan semua ilmu yang dia punya.

Dalam satu kesempatan bertemu di Pesta Blogger Tahun 2010

Dia mafhum tentang jurnalistik. Dia fasih memaparkan teori. Tapi jangan mengira dia akan begitu angkuh. Sayalah, yang dulu terkadang begitu sederhana dan polos (haha!) dalam mengikuti mata kuliah begitu sering bertanya kepadanya. Meminta bantuan untuk tugas ini itu, tanpa dia memandang rendah ketidaktahuanku. Kerjasama ini berlangsung sampai berkongsi dalam setiap mid atau final semester.

“Masih ingat kejahatan kita di kelas statistik?”

Saya selalu percaya dia memiliki sejuta mimpi di kepalanya. Melihat seluruh dunia dengan mata kepalanya sendiri. Sering dia berkeliling dan mengajak kita masuk kedalam dunia dongeng yang luruh hadir dalam setiap penggalan kata-katanya. Saya seperti kembali ke masa kanak-kanak membaca semua cerpen-cerpennya. Yakinlah dia bisa sebesar Enid Blyton atau Jane Anderson nantinya. Sama seperti juga mimpinya untuk bertemu sang ratu Supernova. Dia tahu apa mimpinya, dia menjalani semua itu.

Agustus berarti merdeka. Jadi sudah merdekakah mimpi kita untuk melanglang buana? Ataukah kita hanya sekian banyak manusia yang terus bersitatap dengan tempat yang sama, terus mengingat mimpi yang sama.

Sepertinya hal ini tidak berlaku untuknya. 2 tahun yang lalu dia menikah, melanjutkan mimpinya ke dunia yang lain. Keajaiban apa lagi yang menunggu seseorang ketika dia melahirkan seorang bayi cantik di tanggal yang sama dengan kelahirannya?

Dalam beberapa hari dia akan bertolak ke negeri Paman Sam. Menjumpai kekasih hatinya. Menjumpai satu dari beberapa petualangan yang menunggunya. Agustus selalu menjadi bulan yang istimewa. Selamat hari lahir, Dwi Agustriani dan Ara. Banyak cinta untuk kalian.

Janji.

Janji.

Saya percaya janji yang paling tinggi tingkatannya adalah janji kepada diri sendiri. Mengalahkan janji kepada yang lain. Dalam taraf apa kita bisa mengukurnya? Tentu hal ini menjadi sangat subyektif. Bukankah janji kepada diri sendiri menjadi ukuran personal?

Mereka bilang, janji kepada orang lain gampang terlupa. Serupa jalinan benang yang tidak erat. Bagaimana janji bisa berupa simpul yang mudah meregang, dan terlepas. Siapa yang harus disalahkan? Tidak ada. Tapi mungkin akan menihilkan kesempatan untuk membuat satu simpul lagi, dengan orang yang sama di keesokan hari.

Bagaimana dengan janji kepada Tuhan? Ah itu urusan vertikal. Bukankah kata orang dalamnya hati siapa yang tahu? Jangan sampai kemudian kita terjebak pada simbolisasi pragmatis orang-orang yang dijanjikan bahagia dunia akhirat.

Happy for you sist,

Jadi apa yang bisa saya katakan? Barangkali memang janji kepada diri sendiri yang merupakan kasta tertinggi. Janji untuk membuat diri sendiri bahagia. Mencari kebahagiaan hakiki.

Bukannya saya mau terjebak pada stigma masyarakat. Mereka bilang, bahagia setidaknya bisa dicapai dengan bantuan orang lain. Mungkin saya akan mencoba lagi mempercayai ini. Bahwa bahagia ada di beberapa ruas senyum orang lain. Atau bisa dengan jemari yang saling menggenggam, melewati hari. Merubah sepi menjadi semi yang membuncah. Setiap hari.

Hari ini dua orang mengikat janji. Tidak main-main. Mereka ingin sehidup semati. Hari ini saya meneguhkan hati lagi. Mencoba memperbaharui janji kepada diri sendiri. Bahwa bahagia untuk semua orang. Bahkan untukku, suatu hari nanti. Pasti.

Untuk Echy dan Fuad yang hari ini menikah, yakinlah bahagia selalu menemani.

Selamat Berbahagia!

Selamat Berbahagia!

Dear Charlie dan Fufu

Hai kalian, apa kabar? Mudah-mudahan dalam kabar yang baik-baik saja. Masih terkena euforia bahagia? Saya pun juga masih merasakan hal yang sama.

Kalian itu pasangan yang aneh. Sangat aneh. Saya mengikuti bagaimana perjalanan kisah kalian. 7 tahun bukan sesuatu yang cepat. Putus nyambung? Entah sudah berapa kali. Saya tahu banyak kisah gila diantara cerita kalian, termasuk episode pergi ke bone untuk menjelaskan sesuatu. Itu semua pengorbanan kalian untuk cinta.

image by http://auroille.deviantart.com

Hey charlie, masih ingat saat pertama kali kamu memberi tahu bahwa kamu jadian dengan Fufu? Saya marah. Saya pun tidak tahu untuk alasan apa, kita berhenti berbicara. Harusnya saya mendukungmu, tapi saat itu saya hanya cemburu. Kita baru memulai bersahabat, menjalani hari di kampus baru. Tapi seseorang telah mengambil hak itu dari saya.

Kita berpisah jalan akhirnya. Saya merelakanmu bersama Fufu. Saya hanya mendengar sesekali, betapa kalian sangat bahagia. Saya ingin jalan juga sebenarnya bersama kalian, tapi saya sudah terlalu gengsi untuk berdekatan. Aneh yah?

Read More Read More