Browsed by
Tag: Roman Picisan

Cinta harus pergi malam ini

Cinta harus pergi malam ini

When your lips are on my lips
And our hearts beat as one
But you slip out of my fingertips
Every time you run,*

“setelah ini kita harus bagaimana?”

Pertanyaan itu menggantung di udara. Sepekat udara malam, waktu kami bertemu. Remangnya cahaya membuat saya belajar bagaimana membaca ekspresi wajahnya malam itu. Entah pertanyaan itu sebenarnya ditujukan kepada siapa. Kepada saya yang masih memegang ujung rambutnya, ataukah pertanyaan kepada dirinya sendiri. Hanya degup napas tertahan kami yang terdengar. Disela-sela sura jam yang mengisi kekosongan.

Ini adalah kali pertama kami akhirnya pertama bertemu di dunia nyata. Tentu saja saya telah mengenalnya. Interaksi kami dulunya hanyalah batas junior dan senior di kampus, sebuah hukum rimba yang haram hukumnya dilanggar. Sewaktu lulus kuliah, pun saya masih segan kepadanya. Hanya berbicara seadanya saja. Apalagi saya tahu sedikit track record tentang dia,

“ah dia mah pecun. Siapa saja dia garap kalau mau”, kata seorang teman.

“lah, dia kan termasuk kategori piala bergilir. Liat aja tongkrongannya dimana tiap malam.”, lanjut seorang teman lagi.

The day I first met you
You told me you’d never fall in love
But now that I get you
I know fear is what it really was

Sepertinya cinta telah membutakan kami, ataukah nafsu membara. Saya tidak tahu. Bbm berbalas, cerita bersambut. Layaknya dua sejoli kami saling berbalas pesan. Entah pagi, siang dan malam. Gayanya yang bebas dan blak-blakan membuatku sedikit tertawa. Melepas diri sejenak dari suasana kantor yang kolot dan menyebalkan.

Diceritakannyalah orang-orang yang ditemuinya di mall, di kantor, atau dimanapun dia berada. Dengan nada jenaka dia menjadi fashion police, mengomentari mereka. Saya hanya bisa tersenyum saja. Menikmati riuh dunianya diantara stagnannya keseharianku.

Sesekali kami saling mengirim voice note. Rekaman pesan singkat yang selalu membuatku terlena. Ucapan selamat tidur yang selalu saya tunggu. Sementara saya? Hanya bisa mengiriminya potongan lagu dari koleksi smartphoneku. Bukannya tidak romantis, rasanya bibirku selalu kelu kala ingin mengiriminya sesuatu. Toh tidak semua hal harus diverbalkan kan?

Sampai akhirnya datang hari itu.

 

***

 

The world is ours if you want it
We can take it if you just take my hand
There’s no turning back now
Baby, try to understand

“Aku sayang kamu”

Sebuah pesan singkat yang membuat duniaku berhenti sejenak. Tertegun, saya mencoba meresapi artinya. 3 minggu yang berjalan cepat dan penuh ritme. Pernyataannya menohok. Cuma satu kalimat yang membuat ritme bekerjaku hilang siang itu. Kutinggalkan pesannya hanya dengan status R. Tanpa bisa berkata apa-apa.

Now here we are
So close yet so far
Haven’t I passed the test
When will you realize
Baby, I’m not like the rest

2 jam yang penuh kenangan. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengajaknya keluar. Makan malam dan bercerita panjang lebar. Genap sebulan pertemuan kami. Tentu saja tidak menghitung ketika kami hidup dan melakukan aktivitas yang sama di koridor kampus. Saya tahu ada yang berbeda malam ini. Sesuatu yang terasa sangat familiar. Yang membuat saya ketagihan akan hadirnya, lagi dan lagi.

***

“aku juga sayang kamu”,

Hanya itu balasku di BBM. Sedari tadi dia rupanya memperhatikanku. Ketika menanggapi semua ceritanya, atau ketika dia kembali menyatakan perasaannya.

Pelan akhirnya dia melangkah pergi. Menyurutkan niatnya untuk menghabiskan malam lebih larut lagi. Ketika dia mengetahui pernyataan itu bukan untuknya. Tapi milik orang lain. Untuk dia yang telah 3 tahun menjadi kekasihku.

 ***

*potongan lagu ini diambil dari Give Your Heart a Break kepunyaan Demi Lovato