Browsed by
Tag: Relationship

Hidup (itu) sederhana.

Hidup (itu) sederhana.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata sederhana memiliki makna tidak banyak seluk-beluknya (kesulitan dsb); tidak banyak pernik; lugas. Mestinya hidup seperti itu. Sudah banyak dramanya, dibuat ribet pula.

Saya secara tidak sengaja nyasar ke akun seorang sahabat. Dia yang setahun yang lalu merupakan sosialita kota dan salah satu pengumpul massa di linimassa. Kiprahnya selalu didampingi sahabat-sahabat yang (dulunya) saya percaya sudah menyamai kadar saudara kandung. Tapi memang, blood will tell. Drama terjadi, sekarang dia pindah ke sebuah kota nun jauh dari keriuhan. Kembali ke keluarga dan menghabiskan hari menikmati kesederhanaan.

“Twitter sekarang semakin kompleks dan semakin sulit dimengerti”.

Itu hanya salah satu bagian celotehannya sekarang yang sudah semakin jarang. Padahal dulu, terkadang kami sampai lupa waktu ketika berbicara tentang hidup, bercerita panjang lebar, sampai kepada gosip para artis. Apakah dia berubah?

Apa yang tidak berubah dalam hidup ini? Time flies my dear. Saya banyak menyadari beberapa hal penting yang dulunya terkesan serampangan. Padahal detail ini yang menjadi ukuran penting bagaimana menikmati dan menjalani hidup. Apakah kita masih memperhatikan sudah berapa banyak uban yang ada di kepala ibu, atau seberapa kokoh punggung ayah yang selalu menjadi imam kala shalat maghrib?

Sentimental memang perlu. Menyadarkan bahwa kesederhanaan hidup tidak akan bermula dari riuh rendah lalu lalang kita di mall. Celotehan kita di linimassa sambil berharap mendapat retweet atau reply dari para followers. Bukan berbicara tentang bagaimana rupa fashion dalam nafas kekinian, atau bagaimana ruang gerak dalam pertemanan menjadi semakin kompleks.

Bagaimana kesederhanaan bisa menjadi sebuah kedamaian yang tidak ternilai. Tidak perlu memikirkan bagaimana dunia berputar, karena kita memiliki dunia yang sudah berputar sendiri. Dari sekian banyak hal yang terjadi, kemana kita akan pulang selain rumah?

Saya pernah menemukan kedamaian seperti ini. Medio tahun 2009 saya kecelakaan dan menyebabkan saya banyak tinggal dirumah. Menikmati berbicara sama ibu, atau sekedar memelihara taman. Saya rindu pada kesederhaan hidup seperti ini. Karena terkadang diri sendiri yang membuat drama sana sini, yang akhirnya membuat hidup menjadi sumpek.

Apakah saya bisa hidup tanpa drama?

Dalam posisi ini iya. Saya ingin hidup yang lebih sederhana. Lebih tenang. Lebih fokus melanjutkan hidup.

Selamat Berbahagia!

Selamat Berbahagia!

Dear Charlie dan Fufu

Hai kalian, apa kabar? Mudah-mudahan dalam kabar yang baik-baik saja. Masih terkena euforia bahagia? Saya pun juga masih merasakan hal yang sama.

Kalian itu pasangan yang aneh. Sangat aneh. Saya mengikuti bagaimana perjalanan kisah kalian. 7 tahun bukan sesuatu yang cepat. Putus nyambung? Entah sudah berapa kali. Saya tahu banyak kisah gila diantara cerita kalian, termasuk episode pergi ke bone untuk menjelaskan sesuatu. Itu semua pengorbanan kalian untuk cinta.

image by http://auroille.deviantart.com

Hey charlie, masih ingat saat pertama kali kamu memberi tahu bahwa kamu jadian dengan Fufu? Saya marah. Saya pun tidak tahu untuk alasan apa, kita berhenti berbicara. Harusnya saya mendukungmu, tapi saat itu saya hanya cemburu. Kita baru memulai bersahabat, menjalani hari di kampus baru. Tapi seseorang telah mengambil hak itu dari saya.

Kita berpisah jalan akhirnya. Saya merelakanmu bersama Fufu. Saya hanya mendengar sesekali, betapa kalian sangat bahagia. Saya ingin jalan juga sebenarnya bersama kalian, tapi saya sudah terlalu gengsi untuk berdekatan. Aneh yah?

Read More Read More

Kalau jodoh tak kan lari kemana

Kalau jodoh tak kan lari kemana

Maaf sebelumnya kalau ada yang merasa terganggu dengan postingan di blog ini. Namanya radioholicz, tapi kok yang dibahas mengenai hubungan terus? Ada postingan ini, ini. Yah, maaf saja. Tuan beruangnya lagi galau tentang masalah “hubungan” yang terus menerus menggempur dari segala arah. Kalau dicueki, masalahnya akan semakin membesar. Tidak dicueki, bikin sakit kepala. Jadi kali ini kita akan berbicara tentang jodoh saja.

Saya adalah tipikal orang yang mempercayai bahwa sebenarnya jodoh kita sudah diciptakan di dunia ini. Bukankah semua manusia ditakdirkan berpasang-pasangan? Hanya butuh tempat dan waktu yang tepat saja untuk bertemu. Bisa saja seseorang menjadi yang merupakan jodohmu, setiap hari bertemu, berpapasan, tapi karena memang belum waktunya bertemu kalian hanya akan menjadi sepasang orang asing.

Saya juga tipikal orang yang mempercayai bahwa love will find you if you try. Hey, setidaknya berusaha lah sedikit! Cinta bukan seperti menunggu buah matang dan jatuh dari pohonnya. Tinggal menunggu dan berharap. Ada banyak cara untuk mencari ini, entah dengan berkenalan, atau jatuh cinta pada orang-orang yang salah. Lesson learned, terkadang perlu ada beberapa sesi sakit hati dengan “orang yang salah”, sebelum bertemu dengan Mr atau Ms. Right.

Lantas, jangan lupa juga, bahwa terkadang Tuhan bekerja dengan caranya sendiri. Bisa jadi orang yang kita temui setiap hari bisa menjadi pendamping hidup sampai ajal. Saya teringat pengalaman beberapa orang teman. Salah satunya Nawir, yang menjadi pejuang mencari sesuap nasi di belantara ibukota. Hari senin kemarin dia resmi menyandang predikat suami. Siapakah sang istri tercinta? Ternyata teman kampus, yang dulu setiap hari bertemu. Harus jauh-jauh ke Jakarta dulu sebelum dia bertemu jodohnya!

Terkadang Tuhan mengirimkan tanda dan bantuan kepada kita. Apakah memang sudah siap dan sanggup dalam komitmen dalam berhubungan? Sahabat saya, sang ibu negara, juga sudah berkali-kali jatuh dalam cinta tak berkesudahan dengan orang yang salah. Dalam satu perjalanan ke Yogyakarta, saya mengenalkannya dengan seorang sahabat lain yang kebetulan kuliah di kota tersebut. Beberapa hari jalan bertiga, ternyata mereka seperti menemukan kepingan sayap yang lain. Sampai sekarang mereka masih dilanda cinta. Sama-sama dari Makassar, beberapa kali bertemu, tapi saat itu mereka masing-masing hanya menjadi orang asing.

Itulah beberapa bukti yang berusaha saya resapi. Bukannya apa, saya adalah tipikal orang yang resisten terhadap sesuatu yang bernama hubungan. Hahaha. Apalagi kalau berbicara tentang jatuh cinta pada orang yang salah, saya mungkin sudah lulus mata kuliah tersebut. Tapi hey, bukankah setiap episode hidup adalah perjalanan? Dimana kita bisa dengan bijak mengambil hikmah dan mendewasa dengan semua peristiwa tersebut. Silahkan terus mencari dan berusaha sampai menemukan pasangan yang disebut jodoh tersebut.

Lantas, bagaimana dengan mereka yang sampai sekarang masih menyandang predikat jomblo? Sekali lagi silahkan dilihat perspektifnya. Karena orang bijak berkata bahwa,

single itu pilihan sedangkan jomblo itu nasib

Jadi sudahkah kalian bertemu dengan jodoh yang tepat?

Pacaran beda usia?

Pacaran beda usia?

Ketika melihat judul postingan ini, kok saya merasa seperti sebuah artikel dalam majalah wanita dewasa? Ini bukan sebuah curhat galau. Hanya ingin menanyakan kepada semua orang, berapa jarak umur yang ideal bagi seorang pasangan? Anda dengan pasangan anda bertaut berapa angka usianya?

Image by http://agitpopotoan.deviantart.com/

Saya sendiri selalu berkoar bahwa saya adalah penganut paham Oedipus Complex. Mereka yang suka dengan sosok pasangan yang lebih dewasa. Hal ini dikarenakan mungkin karena saya terlalu cepat dewasa dalam beberapa hal, sehingga ketika membicarakan suatu masalah dengan orang-orang yang seumuran, kok rasanya gak nyambung?

Well, walaupun beberapa ilmu dasar dalam hukum percintaan mengatakan Age doesn’t matter. Tapi menurut saya faktor usia juga berpengaruh kepada bagaimana kita melihat hubungan. Bagaimana kualitas hubungan yang terjadi, sampai pada tahap melihat pasangan sebagai partner dalam menjalani hidup. Nah, kalau beda usianya itu misalnya diatas kisaran 5 tahun? Let’s say, 7 sampai 10 tahun. Bisakah bertahan?

Kenapa saya tertarik untuk membahas ini? Ehm, saat ini saya sedang intens sms an dengan seseorang yang terpaut 8 tahun lebih MUDA dari saya (jadinya curhat juga :D). Kalau sama tante-tante, saya sudah terbiasa. Mengingat banyak teman saya yang memang dewasa. Saya tahu bagaimana membawa diri. Tapi sms an sama seseorang yang lebih muda? Eng ing eng!

Ya, sebenarnya ini bukan pacaran. Masih sebatas sms an. Tapi kemungkinan untuk jadian juga ada kan? Hahahaha. Tapi setelah menimbang dan mengukur, ternyata memang memberi perhatian untuk brondong itu perlu perhatian yang lebih ekstra. Kenapa? Mereka masih mencari jati diri. Masih pasif untuk menyuarakan emosi. Serta masih melihat sebuah hubungan sebagai sesuatu hal yang biasa. Tsah! Beberapa orang mungkin akan berpikiran seperti itu. Di titik dimana 18 tahun adalah masa bersenang-senang. Masa pencarian. Lantas, bisakah bertahan dengan cakupan usia seperti itu?
Ada beberapa pesan saja sebenarnya buat saya dan anda yang ingin menjalani hubungan dengan seseorang jauh lebih muda, diantaranya :

1. Tentukan prioritas. Apakah memang ingin menjalani hubungan yang serius atau tidak. Sekali lagi walaupun banyak yang mengatakan usia bukan masalah, tapi ada beberapa hal mengenai komitmen yang belum bisa dicerna oleh brondong. Kalau memang ingin sekedar have fun saja, hubungan seperti ini masih layak dinikmati.

2. Beri perhatian yang banyak. Terkadang hal ini bisa menjadi menyenangkan dan menjengkelkan disaat bersamaan. Menyenangkan ketika melihat reaksinya ketika perhatian-perhatian kecil yang anda berikan sanggup membuatnya meleleh luar dalam. Menjengkelkan ketika dia meminta perhatian disaat anda harus fokus terhadap suatu pekerjaan.

3. Nyaman. Ada beberapa hal yang bisa saya dapatkan ketika sms an atau bergaul dengan seseorang yang lebih dewasa. Saya bisa menjadi lebih mature, lebih bersikap dan menuntut bagaimana menjadi seseorang yang lebih baik. Tapi dengan seseorang yang usianya lebih muda, saya baru tahu satu hal. Ada semangat kebebasan yang keluar. Semangat belum ingin terikat aturan, melihat semuanya menjadi begitu gampang. Dan ya, banyak tertawa berarti awet muda. Sudah lihat tante Yuni Shara yang semakin bersinar kan?

Well, pada akhirnya silahkan tanya kepada diri sendiri (termasuk saya), ketika akan mencoba berhubungan dengan seseorang yang usianya lebih muda atau brondong, apakah semua usaha yang dikeluarkan akan pantas atau tidak. Bagaimanapun juga, anda yang menjalaninya kan?