Browsed by
Tag: Private Emotion

Korek Api.

Korek Api.

Semalam, dalam perbincangan dengan isi kepala akhirnya kami bisa berdamai lagi. Merentangkan semacam bendera putih untuk gencatan senjata. Orang segila apa yang berdamai dengan isi kepalanya sendiri? Barangkali untuk orang segila saya, hal tersebut mutlak dilakukan. Bermodalkan segelas honey ginger tea dan sekerat roti keju, saya membiarkan sang pikiran mengeluarkan semua isinya. 3 hari dalam keadaan hang, membuat pertanyaan itu kembali terucap,

“Apa yang akan terjadi di hari esok? 3 bulan yang akan datang?”

Image by http://caen-n.deviantart.com/
Image by http://caen-n.deviantart.com/

Saya bersyukur diberi kepekaan untuk membuat suatu rundown kegiatan sedetail mungkin, dengan menggunakan semua aset dan rencana yang bisa mencapai rencana z, ketika rencana A tidak terlaksana. Bukankah katanya ada 26 abjad yang bisa dijadikan alternatif? Sayangnya adalah saya tipe orang yang akan terus memikirkan semua 26 kemungkinan dan mempunyai 26 kekhwatiran yang sebenarnya tidak penting. Dan itu tetiba membuat saya lelah.

Read More Read More

Harapan.

Harapan.

Terkadang berat ketika harus menjalani hari dengan memikirkan beban yang dipikulkan oleh orang-orang terdekat. Sebagain dari kita menamakannya tanggung jawab dan sebagian lagi menganggapnya ya sebagai beban. Apalagi ketika mengetahui konsekuensi logis yang diharapkan oleh beberapa orang. Maka makin beratlah semua beban itu.

Image by http://iuliana13.deviantart.com/art/F-R-E-E-D-O-M-145677029
Image by http://iuliana13.deviantart.com/art/F-R-E-E-D-O-M-145677029

Saya sendiri membahasakannya sebagai harapan. Sebagai doa yang dipercayakan oleh orang-orang terdekat, entah itu ibu di rumah, atau teman-teman di komunitas. Sebuah statement yang menyatakan bahwa mereka percaya kepada saya, untuk meraih mimpi tersebut. Sayangnya beberapa harapan akan menjadi sedikit melayang. Siapkah kita menghadapinya?

Read More Read More

Cerita dari Ruang Tunggu

Cerita dari Ruang Tunggu

Entah sudah beberapa kali saya mondar mandir di ruangan itu. Entah ketika ingin beranjak ke bagian bidang lain di kantor ini, ataukah hendak ke Musholla kantor di lantai 2. Saya melihatnya setiap hari, karena tempat inilah yang harus saya lewati setelah finger check untuk menandakan saya hadir di kantor.

Saya menghapal jumlah kursi yang ada di ruang tunggu, mengingat dengan baik warna marun dari sarung bantal yang baru, bahkan saya masih membaui pewangi lemon yang terus beterbangan setiap hari. Inilah ruang persimpangan, sebuah ruangan jeda. Ruangan pemisah. Kami lebih sering menyebutnya lobby. Karena inilah tempat bertemu sejenak, ataukah berpisah sambil menyisipkan harapan. Berapa banyak cerita yang telah dilihat atau didengarnya?

Image by http://www.tumblr.com/tumblelog/coupdegrace/33

Berjeda jarak, saya selalu kalah oleh perasaan. Kenapa harus memikirkan seseorang yang jauhnya berada di bagian bumi yang lain? Apakah memang hitungan waktu dan ruang bisa dikalahkan? Ternyata bisa.

Read More Read More

Desember.

Desember.

Mungkin Tuhan tidak pernah lupa, tentang ingatan apa yang dititipkannya pada manusia kelak. Ketika hari-hari pelan terjalani, banyak tempat yang terlalui. Semuanya terbungkus dalam kenangan yang semakin menua.

Selamat datang Desember, saatnya merapikan ingatan dan kenangan.