Browsed by
Tag: Ordinary Life

September Wish

September Wish

“Apa kabarmu September? Tolong berbaik hati yah kepada saya”

“Be my September”

Itulah beberapa twit yang memeriahkan timeline saya kemarin. Bahkan tagar #SeptemberWish sempat terucap. Sebuah kalimat sederhana berupa doa.

Lantas, apa harapan saya di bulan ini? Setelah selama sebulan kemarin, Ramadhan terlalui begitu saja. Ada beberapa momen yang selalu teringat, tetapi juga momen-momen yang membuat saya berpikir, betapa saya telah menyia-nyiakan bulan berharga tersebut. Akhirnya September tiba. Saya hanya bisa membuat beberapa harapan bagaimana bulan ini berjalan.

Read More Read More

Tamu tak diundang.

Tamu tak diundang.

unwanted-guestsSejenak pikiran saya terbawa kedalam adegan sebuah film atau cerita pendek. Dimana seorang bos yang mengendap-ngendap keluar kantor. Dan ceritanya sang bos hampir ketahuan karena tamu tak diundang dan karyawan yang tidak bisa berakting. Seperti itulah kejadiannya. Cuma, saya yang menjadi tamu tak diundang itu.

Jadinya kemarin saya hanya membiarkan saja adegan itu terjadi. Tanpa berniat menggagalkan rencana sang bos untuk menghindari saya. Walaupun sang resepsionis sudah saling tertawa di depanku. Saya bersikap tidak tahu apa-apa saja. Karena memang saya yang salah. Bertamu dengan tidak membuat janji terlebih dahulu. Jadi wajar saja kalau sang bos ingin pergi dan menghindari saya. Semua orang pernah berada di dalam posisi ini sebenarnya kan?

Sebelum itu saya juga sudah kecele duluan. Percetakan tujuan saya memang ada 2, yang pertama malah lebih parah. Setelah sms an bahwa ada kerjaan yang masih belum kelar, maka saya memutuskan untuk pergi saja ketempatnya. Asumsi saya karena sudah sms an seperti itu, maka dia sudah berada di kantor untuk menyelesaikannya. Saya pun menempuh jarak sedimian jauh untuk membelah kota dan bergegas ke tempatnya. Bagaimanapun juga jarak Antang – Mappodang bukan jarak tempuh yang lumayan jauh, dan apa yang saya dapati?

Desainer tersebut belum ada di kantor! Mampus! Padahal saya sudah memacu kendaraan sedemikian rupa, supaya bisa bolak balik dalam sejam. Saya cuma menemui mejanya yang kosong dan sambutan karyawan yang lain. Hanya satu pertanyaannya yang mampu meluluhlantakkan saya.

“Memangnya sudah janjian?”

Aargh! Mau marah, marah sama siapa? Apalagi saya dalam taraf mengelola emosi dan berusaha untuk tidak mengeluarkan energi negatif dan sumpah serapah. Toh dalam hal ini memang saya yang salah.

Sebenarnya hal ini menjadi suatu sangat sederhana. Bagaimana sebuah janji bisa berarti banyak. Bagaimana sebuah sms konfirmasi bisa membuatmu tidak membelah kota Makassar seperti orang gila dan mempunyai tamu tak diundang.

Akhirnya saya melajukan motor kembali ke Antang. Tidak menyalahkan siapa-siapa. Hanya membuat sebuah catatan kecil, sebaiknya janjian dulu sebelum bertemu dengan orang-orang yang sangat penting dan tidak bisa ditemui kapanpun saya mau. Sekian.