Browsed by
Tag: Makassar

(Akhirnya) Mencicip Cita Rasa HokBen.

(Akhirnya) Mencicip Cita Rasa HokBen.

Pola kuliner di Makassar memang sungguhlah sangat menarik untuk diperbicangkan. Hal ini menjadi topik yang paling sering terlontar bersama teman-teman yang juga suka mencicip makanan. Akses media sosial yang semakin mudah membuat kita terpapar dengan berbagai jenis makanan ataupun bagaimana cara mendapatkannya. Dengan perkembangan yang sangat cepat, rasanya tidak heran kalau banyak brand baru yang ingin menjajal Kota Makassar.

Tentu saja banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari skena makanan lokal yang juga sudah memiliki nama, wilayah Makassar yang begitu luas, sampai jenis servis seperti apa yang akan diberikan. Tetapi berbicara tentang makanan, ya tentu saja yang paling digaungkan adalah bagaimana rasa makanan tersebut akan berbicara dengan sendirinya.

Tantangan-tantangan ini dijawab dengan apik oleh HokBen. Dengan pengalaman kurang lebih 37 tahun, resto yang dulunya dikenal dengan nama Hoka Hoka Bento berhasil menjadi brand keluarga yang sangat dipercaya akan kualitas rasa dan layanan yang diberikan. Makassar menjadi kota ke-77 dan outlet yang terletak di Mall Ratu Indah adalah outlet ke 355. Cita rasa yang ditawarkan pada awalnya sangat berkiblat pada cita rasa Jepang, pelan-pelan disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Ini adalah salah satu kunci kesuksesan HokBen sehingga bisa masuk dalam plate taste orang Indonesia.

Read More Read More

AngingMammiri dan identitas kelompok.

AngingMammiri dan identitas kelompok.

Saya teringat perkataan seorang teman bahwa ada saat ketika identitas seseorang disematkan kemana dia berkumpul dan berkerumun. Identitas yang menjadi dasar asumsi berlaku, bertindak dan bercakap. Sepanjang karir pertemanan dan interaksi sosialku pun sudah beberapa identitas yang saya sematkan ke punggung. Anak Kosmik, relawan Rumah KaMu dan Sokola, sampai bagian dari kumpulan bloger Makassar yang slogannya lebih banyak kumpul-kumpul dan hore-hore.

Sebenarnya seberapa kuat ikatan kelompok tersebut pada suatu individu? Untuk kelompok bloger yang begitu cair, mengapa bisa bertahan sampai 12 tahun di ranah digital?

Sesi Kopdar hore

Perjalanan AngingMammiri.org bisa dikatakan dimulai dari pertemuan beberapa founder yang akhirnya mencetuskan ide untuk berkumpul dan berkomunitas. Kisah ini entah sudah berapa ratus kali diulang dan diceritakan lagi dan lagi. Layaknya sebuah amandemen, inilah cikal bakal tempat yang menyediakan rumah bagi banyak orang. Dimulai dengan event kecil-kecilan, workshop, seminar, kopdar, akhirnya rumah itu berubah menjadi lebih besar dengan semua dramanya.

Read More Read More

Catatan dari acara #FlashDesignMakassar.

Catatan dari acara #FlashDesignMakassar.

Saya sempat tidak memberi perhatian Ketika melihat poster acara Flash Design Makassar yang digagas oleh Kominfo berseliweran di linimasa. Pasalnya kemampuan saya bukan berada dalam ranah visual. Tetapi setelah melihat riuh percakapan teman-teman Blogger di grup Whatsapp, akhirnya saya memutuskan untuk turut serta. Kunci utamanya : ada mini workshop sebelum lomba.

Setelah molor selama 30 menit (haduh, kapan yah acara seperti ini bisa tepat waktu?), acara kemudian dibuka oleh Bogel, salah satu MC andalan Makassar. Beberapa urutan acara formal seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan Ketua Panitia dihelat sebagai penanda dimulainya acara. Sambutan berikutnya datang dari Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, R. Niken Widiastuti. Banyak poin menarik selama pemaparan beliau seperti pencapaian sektor ekonomi kreatif tahun 2019 dan bagaimana anak muda bergerak menjadi enterpreneur, konsep dan konteks dana desa, sampai bahaya Whatsapp sebagai media dalam penyebaran hoaks.

Selepas Ibu Niken, masih ada Pak Andoko dari tim Komunikasi Presiden yang bercerita mengenai beberapa profesi anak muda dan perannya dalam membagikan berita. Tentunya konten yang dihasilkan dari penggunaan media sosial dan internet berbeda antara content creator, enterpreneur ataupun yang menggunakan sebagai media untuk melakukan kerja sosial. Intinya sih konten berada di tangan pengguna media sosial, jadi usahakanlah untuk terus menciptakan konten yang positif.

Read More Read More

Jalan-jalan sabtu sore.

Jalan-jalan sabtu sore.

Saya sangat menyukai berjalan kaki berkeliling kota. Ketika di Jakarta, keadaan memaksa saya untuk banyak berjalan. Untuk ke halte busway, mencari warteg untuk makan, ataupun mencari jalan pintas dari mal ke mal. Sesampainya di Stockholm, kebiasaan ini malah menggila. Ya karena keadaan juga sih, biasanya saya harus berjalan minimal 5 Kilometer setiap hari. Lah kok bisa?

Sistem transportasi telah dibuat sedemikian rupa sehingga harus diakses melalui berjalan kaki. Dari rumah landlord, saya harus berjalan sejauh 800 meter-1 kilometer untuk mencapai stasiun kereta api. Begitu juga sesampai di kampus, saya menempuh jarak yang sama untuk mencapi gedung kuliah. Belum lagi kegiatan saya berkenala di area Södermalm, biasanya saya mencapai 10 Kilometer sehari. Balik ke Makassar? Huhuhu, sedih.

Satu hal yang saya rasakan ketika balik ke Makassar adalah budaya jalan kaki yang semakin menghilang. Semuanya digantikan naik motor matic kemana-mana. Bahkan hanya untuk ke warung sebelah pun. Cerita saya mengenai petualangan berjalan kaki di bilangan wilayah Singa akan saya ceritakan lain kali. Pokoknya pejalan kaki menjadi pengguna jalan kesekian kalo boleh dibilang.

Karena lama tidak berjalan berkeliaran entah kemana (halah, bilang aja kalo lagi kosong banget), saya memutuskan untuk menikmati sabtu sore dengan menjadi seorang wanderlust. Seorang pejalan di kota sendiri. Mendengarkan playlist ipod di telinga, sambil berjalan lebih pelan. Menikmati interaksi di jalan-jalan dan menikmati waktu lebih lambat.

Read More Read More