Browsed by
Tag: Iwan Tompo

Sese Lawing; Mengembalikan Kecintaan Musik Daerah

Sese Lawing; Mengembalikan Kecintaan Musik Daerah

Beberapa kali dia mengatur kadar suara yang keluar dari mixer dan diteruskan oleh speaker. Suara “tes, tes, tes, satu dua tiga” terdengar. Beberapa kali wajahnya mengernyit, sembari memperbaiki kontrol suara di mixer, sampai akhirnya dia tersenyum lega. Suara yang dihasilkan sudah pas. Dia siap beraksi dengan gitar akustik andalannya.

Malam itu adalah malam ketiga saya menyaksikan penampilan Sese Lawing. Hadir sebagai pembuka acara diskusi buku, dia selalu tampil aktraktif. Liriknya yang lugas berbicara mengenai keseharian, selalu disambut meriah oleh penonton. Hal sesederhana itu? Silahkan simak bagian reffrain lagunya,

Sassang misse’ allo
Nale’ba manggaribi
Takkumpulu’ mise’
I taua ri parapatanga
O Karaengku, Karaeng Allah Ta’ ala
Pakabajiki tallasaku ammuko

Malam sudah datang lagi
Setelah maghrib
Semua orang berkumpul lagi
Di Perempatan jalan
Oh, Tuhan Yang Maha Esa
Tolong perbaiki nasibku besok

Ya, lirik lagunya dalam bahasa Makassar dengan dialek Jeneponto. Sebuah kecintaan terhadap dialek dan logat pada daerah asal. Sekilas ketika mendengar teknik gitar dan suara balada Sese Lawing, kita akan menduga permainan itu datang dari Jason Mraz. Tidak, saya tidak terdengar lebay, tetapi balada yang dimainkannya penuh dengan keceriaan dan kecintaan pada budaya asal.

Sese Lawing sendiri bercerita bahwa proses kreatifnya memang sudah dimulai sejak kecil. Tahun 1998 dia memberanikan diri untuk merantau di Jakarta. 12 tahun hidup di belantara ibukota, fasih mengantarnya ke scene-scene kreatif. Perjalanannya dari satu sanggar seni ke sanggar seni yang lain, dari satu lomba ke lomba yang lain. Bahkan dalam satu kesempatan dia memenangkan lomba cipta lagu se jakarta raya dengan menyanyikan lagu “Cincin Banca” dengan ciri khas musiknya. Nah loh!

Sese Lawing

Mendengarnya bertutur tentang budaya yang menjadi akarnya selalu menjadi tamparan-tamparan kecil buat saya, yang terbiasa dan terhedonasi pada musik kiblat barat. Dulu kata gengsi menjadi alasan utama,

“Gimana mau gaul kalau dengarnya lagu daerah?”

Read More Read More