Browsed by
Tag: Catatan Perjalanan

Barangkali.

Barangkali.

radioholicz-barangkali

1.

Barangkali aku jadi gelas yang hangat, kopi yang diminum tergesa-gesa, atau sendok yang bunyinya mengganggu sunyi. Jika dia tidak suka kopi karena alasan tertentu, aku jadi kemalasan yang menahannya di tempat tidur atau cahaya dari jendela yang memaksanya membuka mata. Aku ingin jadi sesuatu yang dia sentuh pada pagi hari.

2.

Barangkali lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Dia semata sering melihatku melintas di depan rumahnya atau duduk membaca di warung kopi kesukaannya. Aku udara yang menyesakka dadanya ketika terhimpit penumpang lain di angkutan umum. Aku sesuatu yang belum memiliki nama. Aku ingin diam-diam mencintainya seperti benda kecil yang sengaja menjatuhkan diri dan berharap tidak pernah ditemukan.

3.

Barangkali lebih baik aku tidak bisa bicara. Aku tidak ingin menggunakan kebodohanku memilih kata melukai keindahannya. Aku tidak ingin bahasa kehilangan kuasa di hadapan tatapan matanya. Cintaku kepadanya melampaui jangkauan kata. Aku cuma mampu mengecupkannya dengan mata.

4.

Barangkali, pada akhirnya, dia adalah kota yang tidak berhenti dilalap api. Dari kejauhan, aku adalah laut lau yang menenggelamkan diri.

Makassar, 2014

*seseorang mengirimkan barisan puisi ini melalui akun instagram aan mansyur. seketika mengingatkan bahwa mungkin barangkali kami adalah pejalan yang saling melihat dari jauh. bergegas menyisipkan setiap baris doa dan sekeping ingatan di setiap langkah.

*selamat ulang tahun, aan mansyur!

Old Nacka Walk Trip.

Old Nacka Walk Trip.

Hej! Selamat Hari Raya Idul Adha 1435 H! Lebaran kali ini tentu saja sangat berkesan karena lebaran pertama jauh dari rumah. Rutinitas mengantar ke pasar, membagi daging kurban, dan berkumpul bersama keluarga terpaksa ditunda dulu. Get some, lose some 😀

autumn memories
autumn memories
rumah pertanian ala Stockholm
rumah pertanian ala Stockholm

Setelah shalat Ied bersama keluarga Muslim Swedia, saya memutuskan untuk ikut dalam walking trip. Kali ini menjelajahi wilayah Nacka, termasuk jelajah hutan, mendaki bukit dan berjalan sejauh 7 km.

Read More Read More

Satu hari di bulan September.

Satu hari di bulan September.

Berapa banyak cerita yang bisa terbilang dalam hitungan hari? Dari sekian hal baru yang dirasakan masih sedikit yang bisa menjadi tulisan. Belum lagi menghadapi suhu 14 derajat setiap hari, pulang kuliah rasanya hanya ingin bersembunyi di balik selimut sambil melanjutkan marathon The News Season 1.

XD
XD

Tapi dari sekian banyak hari di bulan September yang semakin mendekati abu-abu, kemarin titik inferior semakin menjadi. Saya membutuhkan seseorang yang akrab, familiar dan bisa memberikan tawa lepas. Yang paling pasti, rasanya senang bisa berbahasa Indonesia, dan bahasa Makassar, tentu saja. Tiap hari harus mengerahkan otak untuk mentranslasi bahasa Inggris membuat otak menjadi sedikit berasap.

Siang tadi saya bercerita banyak dengan seorang sahabat. Bagaimana rasanya kelimpungan menerima sekian materi kuliah dalam waktu singkat.

“Saya berada dimana ketika mata kuliah dasar Jurnalistik?” *dikeplak*

Read More Read More

Kepada M, sebuah catatan di pagi hari.

Kepada M, sebuah catatan di pagi hari.

Hai M, apa kabarmu? Jakarta sudah memasuki musim penghujan. Seringnya sore hari, ketika saya telah sampai dengan selamat di asrama. Sambil menyaksikan awan kelabu yang berubah menjadi gelap dan akhirnya hujan, saya membayangkan kamu. Berada diatas lantai sekian, melihat hujan yang juga turun sambil mendendangkan lagu favorit kita, Everybody’s Changing.

dark.
dark.

Aneh ya rasanya ketika satu lagu bisa menjadi tema untuk kapanpun, untuk siapapun. Rasanya saya juga sedikit demi sedikit berubah. Mengikuti ritme ibukota yang terkadang sangat tidak manusiawi, berusaha mematikan perasaan ketika melihat anak-anak di lampu merah, para pekerja yang harus melawan hari, sampai terkadang saya menohok kepala sendiri,

“untuk alasan apa saya mengeluh?”

Tahulah M, manusia sering dilanda kegamangan ketika sendirian. Memikirkan rutinitas yang seolah menjadi penjerat kebosanan. Dulu sewaktu kita masih sekota, mungkin saya dengan mudah akan menculikmu dari kantor. Bercerita panjang lebar sambil mengunyah pizza dan mabuk fruit punch. Sesekali saya hanya butuh melihatmu, karena wajah teduh itu tidak pernah berubah dari kuliah. Wajah yang meneduhkan seluruh angkatan, walaupun saya tahu ada gejolak yang tidak pernah berhenti di pikiranmu.

Gejolak itu sepertinya berpindah dikepalaku.

Read More Read More