Setahun di Skandinavia.

Setahun di Skandinavia.

“Time you enjoy wasting is not wasted time.”

― Marthe Troly-Curtin, Phrynette Married

Setahun-1

20 Agustus selalu menjadi waktu yang istimewa. Selain satu tanggal spesial di bulan Oktober, mungkin kelak tanggal ini menjadi penanda sentimental bahwa ada fase hidup yang baru dimulai. Ketika saya harus menyesuaikan diri dengan banyak hal baru di Stockholm. Sebuah tempat yang kemudian saya anggap rumah kesekian.

Ketika bertemu dan berkenalan dengan orang baru, entah itu ketika sedang pub crawling atau jelajah kota, pertanyaan kenapa saya memilih Stockholm masih sering terlintas. Tentu saja jawaban standar saya adalah mengapa tidak? Mengapa harus memilih kota-kota yang telah populer untuk belajar dan mempunyai banyak diaspora masyarakat Indonesia? Saya sendiri ingin merasakan pengalaman dari sudut pandang orang pertama.

Bagaimana rasanya terekspose suhu minus 25 derajat?
Bagaimana rasanya menyiasati cuaca yang berubah menjadi kelabu?
Bagaimana rasanya memakan surströmming?
Bagaimana rasanya masuk dalam lintas pertemanan masyarakat Swedia yang begitu dekat?

Salah satu pemandangan di sudut kota.
Salah satu pemandangan di sudut kota.

Ditengah semua pengalaman baru itu saya sempat bertanya kepada seorang teman, apa memang saya kemudian berubah banyak? Rasanya setahun begitu banyak kegelisahan yang hanya berakhir di kepala. Penuh dengan riak-riak gelisah yang hanya dituntaskan melalui draft postingan yang entah akan dimunculkan kapan. Beberapa bagian dari diri seolah ingin lari dari dua entitas dunia yang berbeda. Sebagian dari diri berusaha menggenapi dan mengikuti riak kehidupan seluruh teman di Makassar, Jakarta atau bagian lain Indonesia. Sebagian diri lainnya berusaha hidup dalam realitas keseharian Stockholm.

Apa saja yang terasa berubah?

Setahun lalu saya tidak akan pernah menyangka akan berkata,

”20 derajat itu hangat banget yah” *ditompol*

Teringat kala pertama kali datang saya masih menggunakan sweater dan jaket kemana-mana. Walaupun matahari bersinar dengan cerahnya, tubuh saya masih belum bisa beradaptasi dari cuaca tropis Indonesia. Sekarang? Suhu segitu sih udah cuek pakai celana pendek dan baju kaos doang. Malahan bisa keringatan kalau pake sweater atau jaket XD.

Setahun lalu saya juga masih buta dan selalu minder untuk menjelajahi kota. Berawal dari niat untuk mempunyai catatan mengenai Stockholm, keseharian saya akhirnya sering diisi dengan jalan tidak jelas menelusuri lorong-lorong di Gamla Stan, tersesat di Sodermalm, ataupun mencoba banyak makanan khas Swedia. Pengalaman ini yang ternyata nantinya sangat membantu saya ketika melakukan trip ke Prancis seorang diri. Rasa minder dan takut untuk menjelajah di tempat baru hilang seketika karena saya menganggap petualangan saya hanyalah persoalan berpindah kota belaka.

Ketika menonton Noel Gallagher :D
Ketika menonton Noel Gallagher 😀

Niat saya untuk mencari teman internasional sebanyak mungkin juga kandas di bulan ketiga. Terbiasa berkomunitas dan memiliki banyak teman di Indonesia membuat saya berpikir positif akan menemukan banyak teman di Stockholm. Minat itu kandas ketika terbentur dengan banyaknya persoalan mulai dari minat, bakat dan bahasa. Rasanya capek sendiri kala setiap pub crawl atau menghadiri acara yang diselenggarakan oleh student union semuanya berakhir dengan perkenalan dan basa-basi belaka.

Minat saya akan musik dan budaya populer rasanya dianggap aneh. Mengapa saya mempunyai banyak waktu untuk mengikuti seluruh perkembangan budaya kontemporer tersebut. Jadilah saya memilih untuk bersahabat dengan 4 orang teman kelas dan mengenal mereka lebih dekat. Daripada memiliki banyak teman yang ujungnya hanya bertemu sesekali saja. Semesta memang maha baik. Saya berkenalan dengan Madeleine, Anni-Emilia, Hallam dan Kim yang akhirnya menjadi sahabat saya di Stockholm. Walaupun kami masih memiliki rutinitas masing-masing, tapi entah berapa banyak malam yang terlalui dengan marathon film, masak bersama, ataupun hanya berbalas pesan tidak penting melalui fitur pesan facebook.

Bertualang ke Gällnö, salah satu bagian archipelago.
Bertualang ke Gällnö, salah satu bagian archipelago.

Tidak mudah bagi seseorang di Skandinavia untuk diterima dalam lingkup keluarga. Ketika Anni-Emilia mengundang saya untuk merayakan liburan tahun baru di Tampere, barulah saya mengerti saya telah dianggap seseorang yang sangat dekat. Menghabiskan 3 hari dan 2 malam menjelajah kota, bertemu dan berbincang dengan orang tuanya, sampai dikenalkan pada lingkar pertemanannya membuat saya merasa sangat beruntung. Tidak semua teman-teman anarchy atau yang belajar di luar negeri mampu merasakan interaksi dengan penduduk lokal seperti itu.

Lucky bastard? Maybe I am.

Bahasa menjadi dinamika sendiri di Stockholm. Saya sendiri sudah merasakan hal tersebut ketika bergaul dan bekerja dengan sesama relawan festival film, saya berusaha untuk tidak tersinggung ketika mereka ngobrol dan membahas sesuatu dalam bahasa Swedia. Malahan hal itu memacu saya untuk belajar dan mendengar lebih banyak lagi. Sayangnya kapasitas otak saya terkadang tidak bisa bekerja sama. Ditambah dengan bacaan bahan kuliah, belajar bahasa Inggris dan Swedia di saat yang bersamaan membuat kepala ini bisa mengepul seketika. Hahahaha.

Perpustakaan kota, salah satu tempat favorit untuk menghilang sejenak.
Perpustakaan kota, salah satu tempat favorit untuk menghilang sejenak.

Belajar berdewasa di negeri orang memiliki cerita sendiri. Ketika saya mengemban satu pertanyaan yang harus saya jawab dalam kurun dua tahun. Tidak terasa setengah waktu telah terlalui dan perlahan saya menemukan potongan-potongan jawaban itu. Semoga semesta selalu memberkati hari saya di Skandinavia ini.

Nb : terima kasih untuk kamu yang telah rela meluangkan waktu untuk membalas sekian banyak email dan cerita tidak penting, kutipan-kutipan lagu dan cerita keseharian yang membuat saya masih sadar dan menapak di dunia nyata. 

One thought on “Setahun di Skandinavia.

  1. tetap semangat qko..pencipta semesta yg menapakkan dan meneguhkan kaki d belahan semestanya,menumbuhkan keberanian, memberikan cinta dan persahabatan, bikin ngiri deh..

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.