Browsed by
Category: Ordinary Day

2022.

2022.

”Hey, jaga kesehatan yah.”

”Hah? Kenapa tiba-tiba?”

”Nggak, kelihatan aja.”

”Oh, iya.”

”Kamu udah sering ngeluh terlalu capek kan, sekarang disuruh istirahat dulu. Slow down. Nikmati hidup lah. Tidak akan lari apa yang kamu kejar.”

Sebuah percakapan yang teramat singkat di minggu sore dengan seorang teman. Tidak lebih dari 5 baris, tidak ada intro ataupun outro yang berlebih, intinya satu, disuruh lebih woles lagi dalam hidup. Apa emang iya saya selalu terburu-buru?

Ketika melihat kebelakang, saya tertampar sendiri. Sial. Dimana kemampuan saya untuk menikmati hidup? Bahkan ketika tepar karena sakit pun saya merasa bersalah karena merasa tidak produktif, ada banyak pekerjaan yang harus tertunda. Banyak rencana yang harus diubah lagi jadwalnya. Bahkan saya tidak bisa menikmati hari sabtu dan minggu dengan tenang. Salah siapa?

 

Pandemi membawa dampak yang besar kepada kita semua, termasuk saya pribadi. Banyak hal yang terjadi selama 3 tahun terakhir, terakhir sejak saya mengunggah tulisan terakhir di radioholicz. Banyak hal yang saya lakukan untuk coping dengan masalah dan situasi yang timbul tapi akhirnya memang hal tersebut hanya menjadi penyelesaian sementara saja. Tidak membawa apa-apa pada akhirnya.

Kenapa pandemi dan tidak produktif harus dikaitkan? Secara pekerjaan mungkin saya sangat aktif. 3 tahun terakhir harus bergabung di divisi kajian membuat saya menjadi tim untuk mencari bahan kajian, menjadi tim untuk mengurus jurnal, sambil mengurusi beberapa isu personal. Belum lagi kerjaan sebagai asesor dengan jadwal kerja hampir satu atau 2 bulan. Beberapa pekerjaan beririsan secara bersamaan, akhirnya ya kadang akhir pekan juga harus diisi dengan bekerja.

Read More Read More

Yang Perlu Dilakukan Ketika Anemia Menyerang

Yang Perlu Dilakukan Ketika Anemia Menyerang

Salah satu tantangan ketika belajar hidup mandiri adalah jangan sampai sakit. Itu adalah pesan ibu ketika melepas saya ke Jakarta tahun 2013. Pasalnya, sakit ketika sendirian itu tidak enak. Ketika tinggal bersama keluarga, ada adik yang siap dimintai tolong kapan saja. Ibu juga selalu memasak sesuatu yang enak. Giliran sakit, sendirian dan jauh dari rumah sangat tidak menyenangkan. Prinsip ini pula yang saya bawa ketika kuliah di Stockholm. Jaga pola makan, olahraga, dan istirahat yang cukup.

Dua tahun setelah menyelesaikan sekolah dan kembali ke Indonesia, prinsip itu pelan-pelan tergerus. Saya harus berakselerasi dengan kerjaan yang saya tinggalkan selama tiga tahun. Tidak jarang saya harus lembur sampai malam. Beberapa kali saya menggadaikan Sabtu dan Minggu dengan dalih kerjaan. Makan sudah tidak terurus lagi. Syukur-syukur kalau bisa berenang sekali seminggu. Rasanya semua mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kinerja kerja. Pelan tapi pasti pola baru ini menunjukkan dampaknya.

Ketika sedang menjadi narasumber workshop di Merauke 2 pekan lalu.

Saya pingsan di rumah sendiri ketika hendak ke kamar mandi. Mampus! Kenapa saya mengetahui bahwa saya pingsan? Saya terbangun di lantai dapur dengan benjol besar di jidat. Sementara ingatan terakhir saya adalah saya berada dalam kamar mandi.

Ketakutan saya mengenai diagnosa tenaga perawat di kantor ternyata benar. Saya mengalami gejala anemia. Setelah merasa agak baikan, saya memaksa diri untuk ke dokter dan meminta opini lain. Dokter sempat bertanya keluarga mempunyai riwayat gejala yang sama. Beliau juga menambahkan keheranannya, karena untuk postur tubuh sebesar beruang (beliau sebisa mungkin menghaluskan penggunaan kata tambun), penyakit yang mengintai biasanya adalah kolesterol ataupun diabetes.

*ketok meja kayu*

Jangan sampai kejadian deh!

Saya sendiri tidak terlalu familiar dengan gejala anemia. Ketika dokter menjelaskan bahwa anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah yang mengandung hemoglobin untuk menyebarkan oksigen ke seluruh organ tubuh. Dengan kondisi tersebut, pengidap anemia merasa letih dan lelah, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas secara optimal.

Read More Read More

Perihal menghitung keberuntungan.

Perihal menghitung keberuntungan.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika pramuniaga toko menyambut kami yang datang untuk mengikuti undian doorprize. Sesekali tawa gugupnya terdengar ketika mengaduk wadah yang terbuat dari kaca berisikan nomor-nomor beruntung. Saya, Kak Anchu dan beberapa orang lainnya saling melirik dengan cemas. Siapakah yang kiranya gerangan dapat menebus sebuah sepatu merk lokal yang kualitasnya sangat bagus hanya 700 rupiah saja?

Dari 4 kali penarikan nomor, tak ayal membuat saya mengingat kembali seluruh pengalaman yang terkait dengan pengundian hadiah secara acak. Entah mengapa saya tidak pernah berjodoh dengan undian semacam ini. Walaupun probabilitasnya sudah sedemikian kecil, ya tetap aja gak pernah dapat. Ketika ulang tahun kantor pun yang hadiahnya melimpah ruah, pun saya tidak mendapat apapun. Hahaha. Malam ini ya ternyata sama saja. Nomor yang saya pegang, 0023. Yang mendapatkan undian? 0028 dan 0022. Seketika ingin ku kayang dilanjutkan dengan roll ke depan.

Read More Read More

Jalan-jalan sabtu sore.

Jalan-jalan sabtu sore.

Saya sangat menyukai berjalan kaki berkeliling kota. Ketika di Jakarta, keadaan memaksa saya untuk banyak berjalan. Untuk ke halte busway, mencari warteg untuk makan, ataupun mencari jalan pintas dari mal ke mal. Sesampainya di Stockholm, kebiasaan ini malah menggila. Ya karena keadaan juga sih, biasanya saya harus berjalan minimal 5 Kilometer setiap hari. Lah kok bisa?

Sistem transportasi telah dibuat sedemikian rupa sehingga harus diakses melalui berjalan kaki. Dari rumah landlord, saya harus berjalan sejauh 800 meter-1 kilometer untuk mencapai stasiun kereta api. Begitu juga sesampai di kampus, saya menempuh jarak yang sama untuk mencapi gedung kuliah. Belum lagi kegiatan saya berkenala di area Södermalm, biasanya saya mencapai 10 Kilometer sehari. Balik ke Makassar? Huhuhu, sedih.

Satu hal yang saya rasakan ketika balik ke Makassar adalah budaya jalan kaki yang semakin menghilang. Semuanya digantikan naik motor matic kemana-mana. Bahkan hanya untuk ke warung sebelah pun. Cerita saya mengenai petualangan berjalan kaki di bilangan wilayah Singa akan saya ceritakan lain kali. Pokoknya pejalan kaki menjadi pengguna jalan kesekian kalo boleh dibilang.

Karena lama tidak berjalan berkeliaran entah kemana (halah, bilang aja kalo lagi kosong banget), saya memutuskan untuk menikmati sabtu sore dengan menjadi seorang wanderlust. Seorang pejalan di kota sendiri. Mendengarkan playlist ipod di telinga, sambil berjalan lebih pelan. Menikmati interaksi di jalan-jalan dan menikmati waktu lebih lambat.

Read More Read More