Browsed by
Category: Book Review

Life Traveler; ketika perjalanan bukan hanya tentang tujuan.

Life Traveler; ketika perjalanan bukan hanya tentang tujuan.

Saya hanya bisa menarik nafas lega ketika menutup lembar teakhir buku Windy Ariestanty yang berjudul Life Traveler. Dari sekian banyak kumpulan trik dan tips mengenai bepergian, apakah ada yang menyampaikannya dengan penuh rasa seperti buku ini?

Windy mengajak kita berpetualangan menyusuri Vietnam, Praha, sampai ke O’Hare. Menggambarkan bahwa telah banyak tempat yang dia jejaki di muka bumi. Apa persamaan dari semua daerah tujuan itu adalah dia mampu menceritakan detail suasana yang ada. Bagaimana suasana pagi di Seam Reap, menikmati keheningan dari pasangan yang hanya duduk diam di taman. Kita bisa masuk kedalam atmosfer yang terbangun didalamnya.

… because travelers never think that they are foreigners

Saya mengingat perkataan Nurhady Sirimorok sewaktu menjadi mentor saya di Penelitian untuk remaja,

“lepaskan semua atribut kekotaanmu. Lepaskan semua justifikasi. Membaur dan hiduplah dalam sudut pandang orang desa”

Tujuannya apa, karena terkadang kita merasa “berbeda” ketika masuk ke tempat yang baru. Merasa asing. Bahkan terkadang merasa sok keren. Belum lagi biasanya bahasa menjadi kendala utama. Bagaimana kalo kita kemudian tersesat? Padahal sejatinya, hal ini jangan dijadikan penghalang untuk bertualang.

Read More Read More

Mockingjay; sebagai epilog kisah Katniss.

Mockingjay; sebagai epilog kisah Katniss.

Namaku Katniss Everdeen. Umurku tujuh belas tahun. Rumahku di Distrik 12. Tak ada lagi Distrik 12. Akulah Mockingjay. ~ Katniss Hal. 380

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya buku ketiga dari trilogi Hunger Games diterbitkan Gramedia bulan Januari lalu. Sebuah penantian lama, mengingat di luar negeri semua orang sudah mengetahui bagaimana akhir cerita di Capitol. Siapa itu Presiden Coin? Apa yang terjadi pada Peeta? Apakah benar ada Distrik 13?

Cover Buku Mockingjay

Suzanne Collins menyisakan satu pertanyaan besar pada akhir buku kedua, Catching Fire. Katniss Everdeen dan Peeta Mellark harus mengikuti lagi Hunger Games dalam rangka peringatan Quarter Quell. Perayaan Hunger Games yang ke 75. Dia harus mengadu nyawa lagi melawan 26 peserta dari distrik yang lain. Plus, mereka adalah juara Hunger Games sebelumnya. Ternyata konspirasi terjadi, arena diledakkan, Katniss melarikan diri bersama beberapa peserta yang menjadi kawan. Jangan lupa juga Haymitch dan Gale.

Dalam buku Mockingjay, kita akan menyimak bagaimana kisah Katnis di Distrik 13. Distrik yang bersembunyi di bawah tanah, dengan sistem seketat militer, penjagaan yang terkoordinir dan semua orang memiliki posisinya masing-masing. Dipimpin oleh wanita ambisius, Presiden Coin, mimpinya untuk menjatuhkan Capitol masih menjadi misi mulia. Dia berpuas diri, dia memiliki pemicu yang sesuai. Siapa lagi kalau bukan Katniss, sang Mockingjay?

Read More Read More

Here, After; ketika cinta saja tidak pernah cukup.

Here, After; ketika cinta saja tidak pernah cukup.

Tuhan bersama mereka yang hatinya retak bulan ini.

Entah mengapa pernyataan tersebut langsung terbersit di kepala. Apakah memang sebuah hati ditakdirkan untuk menerima semua perasaan cinta. Apakah dia mampu menampung segala emosi tanpa ada campur tangan dari otak. Cinta itu buta, itu kata orang. Lantas apakah cinta saja dapat menjadi pondasi dalam suatu hubungan?

Mengusung tagline Cerita cinta berakhir disini, Mahir Pradana mengajak kita sejenak berkontemplasi. Menanyakan hakikat hubungan itu sebenarnya apa? Janji yang dibuat oleh dua orang manusia, ataukah kesepakatan demi kesepakatan—-atau bahasa halusnya itu kompromi—dilakukan demi membuat orang lain bahagia. Lantas, apakah diri sendiri juga bahagia?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam novel Here, After. Mahir mengajak kita untuk mengikuti alur cerita setiap tokoh utama dari sudut pandang yang berlainan. Memang ada berapa tokoh utama? Ada 10! Loh kok?

Read More Read More

Oleh-oleh dari Diskusi Buku “Makassar Nol Kilometer”.

Oleh-oleh dari Diskusi Buku “Makassar Nol Kilometer”.

Mereka bilang salah satu bentuk kemajuan sebuah kota adalah dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan yang mendukung gaya hidup kaum urban. Mereka yang awalnya lebih senang bersendal jepit dan menikmati cipratan lumpur di pasar tradisional, sekarang sudah berubah kebiasaan. Ruangan ber-Ac selalu memanjakan kulit setiap pengunjung. Dimana lagi kaki tidak perlu lelah memijak tangga karena eskalator selalu berjalan. Lantas bagaimanakah rupa Kota Makassar nantinya?

Read More Read More