[Travelogue] : Mengunjungi Tallin.

[Travelogue] : Mengunjungi Tallin.

Ada beberapa destinasi yang bisa ditempuh dengan menggunakan kapal pesiar dari Stockholm. Dengan waktu tempuh sekitar 14 jam, Helsinki, Riga, ataupun Tallin menjadi tujuan favorit bagi mereka yang ingin melewatkan akhir pekan. Biasanya saya dan teman-teman PPI Kampung Stockholm pergi hari Jumat sore dan kembali lagi hari minggu pagi. Masih ada waktu istirahat bagi yang harus bekerja keesokan harinya, juga masih ada waktu nongkrong bagi yang tidak mempunyai kegiatan selain tidur di rumah.

Gerbang kota tua Tallin
Gerbang kota tua Tallin

Biasanya waktu standar untuk menjelajah kota adalah 6 sampai 8 jam. Polanya sama untuk setiap negara. Kapal bersandar di pelabuhan pukul 8 atau 9 kemudian berangkat lagi pukul 5 atau 6 sore. Makanya trip seperti ini hanya seperti sweet escape dan hanya berkesempatan untuk menjelajah wilayah kota tua. Jangan bayangkan seperti Stockholm, untuk menjelajah Gamla Stan saja bisa memakan waktu sampai 3 jam.

Apa yang bisa dilakukan selama 6 jam di ibukota Estonia?

Sebelum menjelajah ke negeri tetangga, aplikasi pocket saya sudah penuh dengan to-do list atau referensi berbagai tempat yang menarik. Tidak lupa urutan prioritas tempat yang akan dikunjungi. Public square, bangunan ikonik dan makanan khas. Khusus untuk winter escape bulan lalu, saya menamakannya trip anti ambisius karena menyadari 6 jam waktu yang tersedia. Belum lagi musim dingin membuat matahari tenggelam lebih cepat. Semboyan saya adalah kalau dapat tempatnya, ya syukur, kalau nggak juga gak ngoyo. Saya berprinsip daripada melihat sekian banyak ikon kota tapi terburu-buru, mending berjalan di salah satu bagian tapi menikmatinya dengan santai dan puas.

Salah satu lorong dan cobble street yang khas
Salah satu lorong dan cobble street yang khas
Raekoja platts dan christmas market
Raekoja platts dan christmas market

Wilayah kota tua Tallin bisa ditempuh 15 menit berjalan kaki dari pelabuhan Port of Tallin. Angin kencang khas musim dingin membuat kami harus berjalan cepat dan merapatkan jaket seketat mungkin. Kita akan menemui tembok kokoh khas benteng abad pertengahan lengkap dengan menara menjulang sebagai pintu gerbang area old town. Salah satu ciri khas lainnya adalah cobble street yang menandai setiap lorong dan ruas jalan utama, mengantarkan kita kepada toko-toko dan bangunan khas Tallin.

Suasana kota tua yang lengang
Suasana kota tua yang lengang

Rombongan karyawisata (hahaha) PPI Kampung Stockholm berjumlah 16 orang membuat kami memisahkan diri. Orang-orang yang mempunyai list dan minat yang sama biasanya akan pergi bergerombol. Saya hanya bersama Lita hanya mempunyai satu misi saja yaitu menemukan Restoran III Draakon yang menyajikan hidangan Sup Elk.

*catatan : khusus untuk makanan lokal harus ambisius mencarinya*

Wilayah kota tua Tallin juga tidak lepas dari square utama yang terletak di pusat. Kami agak kebingungan mencari area ini. Beberapa kali saya dan Lita berpandangan sambil tertawa gugup. Pasalnya dari gerbang utama kami hanya melihat toko-toko yang tutup. Salah sendiri berjalan ketika satu hari menjelang natal. Setelah berdebat beberapa kali (Lita ternyata juga hobi nyasar!), barulah kami melihat pohon natal yang menjulang serta kios-kios yang berderet menjual hiasan khas natal. Konon katanya Raekoja platts sudah menjadi impuls utama Tallin sejak abad ke 11 dan gedung-gedung penuh semarak dengan warna pastel sejak abad ke 15 sampai 17. Pastinya sangat instagram-able ketika musim panas!Setelah puas melihat beberapa kios, kami lantas bertemu Sarah yang berjalan sendiri seperti anak hilang di tengah kerumunan orang yang berbelanja. Jadilah trio ambisi ini bertujuan mencari restoran III Draakon yang rimbanya entah dimana.

Setelah 2 kali mengelilingi city hall, barulah kami ngeh kalau restoran tersebut bersatu dengan city hall! Kami hanya tertawa dan bergegas masuk ke restoran tersebut. Bagaimana suasana dan rasa makanannya? Tunggu di postingan berikutnya yah! Tidak salah tempat ini menjadi rekomendasi must-visit-places ketika di Tallin.

Perut kenyang, hati senang! Selepas makan siang barulah niat menjelajah kota terkumpul dalam raga. Beberapa tujuan yang bisa dijangkau adalah Viru Gates yang menjadi ikon kota, serta katedral Alexander Nevsky. Sayangnya ketika kami tiba di Viru Gates terdapat pagar pembatas pekerjaan konstruksi. Hal ini membuat saya dan Sarah kesulitan untuk mengambil foto yang pas sehingga objeknya masih terlihat seperti kartu pos. Uniknya di dekat Viru Gates terdapat abang-abang yang menawarkan jasa berkeliling kota tua dengan menggunakan becak. Iya, becak! Saya tergoda untuk menanyakan harganya tapi nanti jatuh tengsin kalau batal naik.

Abang tukang becak
Abang tukang becak
Suasana benteng
Suasana benteng
Salah satu detail interior pintu
Salah satu detail interior pintu

Tidak jauh dari Viru Gates kami lantas melanjutkan petualangan dalam benteng bagian selatan kota. Sepertinya benteng ini mengelilingi kota tua sebagai pertahanan dan menyisakan beberapa bagian yang bisa jelajahi. Saya lupa memotret dan mencari nama benteng ini, tapi sebagai penggemar serial Game of Thrones, Lita dan Sarah kemudian bermimpi bahwa benteng itu adalah the watch tower dan mereka bisa bertemu Jon Snow di salah satu ruangan.

*meh*

Suasana Raekoja platts (square utama) tampak lebih ramai ketika kami melintasinya lagi. Kali ini tujuan menjelajah adalah wilayah utara. Sebenarnya tujuan kali ini beneran random dan kami memilih setapak pertama yang kami dapati. Perjalanan ini berakhir ketika melihat puncak Katedral Alexander Nevsky yang menjulang serta dominasi cat putih dan pink di bangunannya. Karena diantara kami tidak ada yang tertarik melihat interior katedral, kami hanya berfoto didepannya saja.

Trio ambisi :3
Trio ambisi :3

Malam menjelang ketika kami memutuskan untuk kembali ke kapal. Walaupun jam di handphone baru menunjukkan pukul 3.30, suasana sudah tidak kondusif untuk menjelajah. Kami bertiga memutuskan untuk mencoba rute lain untuk kembali ke pelabuhan. Disinilah kami melihat bangunan benteng bagian utara lengkap dengan menara penjaganya. Suasana remang-remang Tallin ditambah interior kota entah mengapa membuat kita seperti kembali ke masa lalu. Apakah ada cerita-cerita dibalik tempias lampu yang terhalang oleh horden jendela setiap rumah?

Benteng bagian utara kota
Benteng bagian utara kota
Malam menjelang di kota tua Tallin
Malam menjelang di kota tua Tallin
The lost traveler.
The lost traveler.
The bankrupt darth vader
The bankrupt darth vader

Tidak banyak yang saya lakukan di Tallin. Bahkan saya tidak mengetahui dimana letak kotak surat atau toko yang menjual prangko. Padahal sudah menjadi kebiasaan untuk mengirimkan satu kartu pos ke orang rumah di setiap kota yang dikunjungi. Sudahlah, mungkin ini berarti saya harus mengunjungi Tallin lagi di musim yang lebih ramah untuk menjelajah.

Dengan ini penjelajahan ibukota Latvia resmi disudahi!

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.