Here, After; ketika cinta saja tidak pernah cukup.

Here, After; ketika cinta saja tidak pernah cukup.

Tuhan bersama mereka yang hatinya retak bulan ini.

Entah mengapa pernyataan tersebut langsung terbersit di kepala. Apakah memang sebuah hati ditakdirkan untuk menerima semua perasaan cinta. Apakah dia mampu menampung segala emosi tanpa ada campur tangan dari otak. Cinta itu buta, itu kata orang. Lantas apakah cinta saja dapat menjadi pondasi dalam suatu hubungan?

Mengusung tagline Cerita cinta berakhir disini, Mahir Pradana mengajak kita sejenak berkontemplasi. Menanyakan hakikat hubungan itu sebenarnya apa? Janji yang dibuat oleh dua orang manusia, ataukah kesepakatan demi kesepakatan—-atau bahasa halusnya itu kompromi—dilakukan demi membuat orang lain bahagia. Lantas, apakah diri sendiri juga bahagia?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam novel Here, After. Mahir mengajak kita untuk mengikuti alur cerita setiap tokoh utama dari sudut pandang yang berlainan. Memang ada berapa tokoh utama? Ada 10! Loh kok?

Awalnya saya juga bingung dengan konsep-ini-novel-atau-sebenarnya-cerpen. Dilihat dari konsep bab, masihng-masing tokoh memiliki porsinya untuk bercerita satu sama lain. Dikatakan kumpulan cerpen, bisa juga. Dibilang novel, ini mungkin salah satu kumpulan cerita terpisah yang akhirnya bergabung menjadi satu kesatuan dengan benang merah yang sama, hubungan.

Transisi cerita antar tokoh pun bisa dikatakan amat mulus. Kita akan berkenalan dengan Dinda, sang playmaker. Dia tidak mempercayai semua bentuk kompleksitas hubungan macam apapun, atau mungkin kita akan menjadi sangat familiar dengan sosok Putra. Dia yang menahan seluruh perasaannya karena tidak ingin mengubah suatu konteks kakak-adik. Apakah memang cinta itu harus selalu memiliki?

Gila. Jatuh cinta kepada seorang pria beristri saja sudah cukup gila, apalagi jika pria itu gila.
Sekarang aku tahu bahwa bukan hanya cinta yang bisa menyebabkan orang menjadi gila, tapi ke-gila-an pun ternyata bisa menimbulkan cinta (hal. 131)

Ada banyak frase-frase menarik yang digunakan Mahir dalam membuat konteks hubungan. Sesuatu yang sangat familiar, sehingga seluruh cerita dalam buku ini seperti berada di sekitar kita. Sebenarnya yang mana yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu? Cinta atau rasa percaya kepada pasangan? Atau ketika kekecewaan tentang cinta datang menghantammu, apa yang akan kau lakukan? Pergi mencari cinta yang lain, ataukah memperjuangkan cinta yang telah porak-poranda?

Itulah gambaran besar yang ingin dipaparkan dalam tokoh-tokoh yang bercerita. Terkadang sangat klise, tapi alur dan tempo yang diberikan mampu memberikan suasana yang berbeda. Thriller di kisah sang suster, atau nilai-nilai bebas yang ada pada kisah Ollie. Kisah kamu sendiri merujuk kemana?

Tidak ada satupun kehidupan yang sempurna di dunia ini. Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan di dalam diri mereka, dan sometimes, hanya mereka sendiri yang tahu (hal 141)

Jadi, sudahkah kamu bertanya kepada hatimu apa yang dia mau?

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.