(Akhirnya) Mencicip Cita Rasa HokBen.

(Akhirnya) Mencicip Cita Rasa HokBen.

Pola kuliner di Makassar memang sungguhlah sangat menarik untuk diperbicangkan. Hal ini menjadi topik yang paling sering terlontar bersama teman-teman yang juga suka mencicip makanan. Akses media sosial yang semakin mudah membuat kita terpapar dengan berbagai jenis makanan ataupun bagaimana cara mendapatkannya. Dengan perkembangan yang sangat cepat, rasanya tidak heran kalau banyak brand baru yang ingin menjajal Kota Makassar.

Tentu saja banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari skena makanan lokal yang juga sudah memiliki nama, wilayah Makassar yang begitu luas, sampai jenis servis seperti apa yang akan diberikan. Tetapi berbicara tentang makanan, ya tentu saja yang paling digaungkan adalah bagaimana rasa makanan tersebut akan berbicara dengan sendirinya.

Tantangan-tantangan ini dijawab dengan apik oleh HokBen. Dengan pengalaman kurang lebih 37 tahun, resto yang dulunya dikenal dengan nama Hoka Hoka Bento berhasil menjadi brand keluarga yang sangat dipercaya akan kualitas rasa dan layanan yang diberikan. Makassar menjadi kota ke-77 dan outlet yang terletak di Mall Ratu Indah adalah outlet ke 355. Cita rasa yang ditawarkan pada awalnya sangat berkiblat pada cita rasa Jepang, pelan-pelan disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Ini adalah salah satu kunci kesuksesan HokBen sehingga bisa masuk dalam plate taste orang Indonesia.

Read More Read More

2022.

2022.

”Hey, jaga kesehatan yah.”

”Hah? Kenapa tiba-tiba?”

”Nggak, kelihatan aja.”

”Oh, iya.”

”Kamu udah sering ngeluh terlalu capek kan, sekarang disuruh istirahat dulu. Slow down. Nikmati hidup lah. Tidak akan lari apa yang kamu kejar.”

Sebuah percakapan yang teramat singkat di minggu sore dengan seorang teman. Tidak lebih dari 5 baris, tidak ada intro ataupun outro yang berlebih, intinya satu, disuruh lebih woles lagi dalam hidup. Apa emang iya saya selalu terburu-buru?

Ketika melihat kebelakang, saya tertampar sendiri. Sial. Dimana kemampuan saya untuk menikmati hidup? Bahkan ketika tepar karena sakit pun saya merasa bersalah karena merasa tidak produktif, ada banyak pekerjaan yang harus tertunda. Banyak rencana yang harus diubah lagi jadwalnya. Bahkan saya tidak bisa menikmati hari sabtu dan minggu dengan tenang. Salah siapa?

 

Pandemi membawa dampak yang besar kepada kita semua, termasuk saya pribadi. Banyak hal yang terjadi selama 3 tahun terakhir, terakhir sejak saya mengunggah tulisan terakhir di radioholicz. Banyak hal yang saya lakukan untuk coping dengan masalah dan situasi yang timbul tapi akhirnya memang hal tersebut hanya menjadi penyelesaian sementara saja. Tidak membawa apa-apa pada akhirnya.

Kenapa pandemi dan tidak produktif harus dikaitkan? Secara pekerjaan mungkin saya sangat aktif. 3 tahun terakhir harus bergabung di divisi kajian membuat saya menjadi tim untuk mencari bahan kajian, menjadi tim untuk mengurus jurnal, sambil mengurusi beberapa isu personal. Belum lagi kerjaan sebagai asesor dengan jadwal kerja hampir satu atau 2 bulan. Beberapa pekerjaan beririsan secara bersamaan, akhirnya ya kadang akhir pekan juga harus diisi dengan bekerja.

Read More Read More

Relevansi dekade 80-an dalam budaya kontemporer.

Relevansi dekade 80-an dalam budaya kontemporer.

Beberapa kata yang harus ditinggalkan dan harus dilenyapkan pada tahun 2019 adalah kekinian, kids zaman now, ataupun kata-kata sejenisnya. Tahukah anda setiap menyisipkan kata tersebut dalam penggalan kalimat, ada satu anak kucing tidak bersalah yang tertabrak truk entah dimana? Jadi tolong berhentilah untuk berusaha (terlalu) keras merasa relevan dan memakai kata-kata tersebut. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa di masa depan mungkin saja penggunaan frase diatas akan terulang. Seperti itulah pola budaya populer. Sesuatu yang pernah hits di masanya akan didaur ulang dan dipopulerkan kembali dengan twist yang berbeda. Saya sendiri masih sering menggunakan kata doski, tuir, ataupun beberapa kosa kata lainnya dalam percakapan sehari-hari. Hal ini menjadi ragam dalam perkembangan budaya populer di masyarakat.

Seberapa seringkah pola pengulangan itu terjadi? Tidak ada yang bisa merumuskan atau meramalkan dengan pasti. Bisa jadi ada tim marketing yang membaca pasar dan membuat sesuatu menjadi kembali tren dan hip. Tetapi benang merah yang menjembatani euforia tersebut adalah ledakan nostalgia bagi mereka yang telah pernah merasakannya, atau mungkin jawaban atas kebosanan dari budaya yang sudah terlalu populer.

Sudah hampir setahun sejak saya menggunakan aplikasi Huji dan polaroid ketika mengabadikan momen-momen tertentu. Terima kasih untuk para pembuat aplikasi yang semakin memudahkan orang-orang untuk terjun dalam nostalgia dan estetika produk beberapa puluh tahun kebelakang. Saya pun pernah menggunakan kamera analog untuk memotret ketika mengikuti kuliah Fotografi. Saat ini pun beberapa orang kembali menggunakan tustel atau kamera kantung untuk mendapatkan hasil yang terasa ”lebih nyata” dibandingkan produk digital. Lucu yah, ketika teknologi semakin menawarkan kemajuan teknologi, beberapa orang masih merasa estetika produk analog masih mempunyai nilai tersendiri.

Lantas, bagaimanakah ketika efek retro tersebut masuk dalam produk budaya lain? Untuk anda yang mengikuti Pinot W. Ichwandardi atau @pinot di Twitter pasti sudah sering melihat bagaimana dia menggunakan teknologi lama dari Apple untuk membuat sesuatu yang baru. Mulai dari trailer Star Wars : The Last Jedi, Project video klip This is America dari Childish Gambino (*1), ataupun mereplikasi suasana tahun 80 an dari kota New York tempatnya bermukim. Menakjubkan dan mengagumkan ketika ternyata euphoria nostalgia melihat efek yang dihasilkan dari karya tersebut. Untuk proses kreatifnya sih, ya saya juga hanya bisa menganga mengikuti tautan cuitannya di kanal Twitter.

Salah satu kanal favorit saya di Youtube, TronicBox, malah mengimplementasikan “rasa 80-an” tersebut dalam beberapa lagu yang dirilis 5 tahun terakhir. Saya hanya bisa tersenyum-senyum sendiri ketika mendengar lagu-lagu tersebut. Ketika bekerja di radio, saya sempat membawakan acara ”Evergreen Corner” dan terpapar lagu tahun 80-an dan 90-an. Makanya range perbendaharaan musik saya bisa begitu luas (alah, bilang saja sudah tua!). Ketika mendengar Justin Bieber, Ariana Grande dan The Chainsmoker dirombak ulang dengan nuansa tahun 80-an. Mindblowing!

Rasanya aneh mendengar penjajaran dua genre yang berbeda bisa begitu ”tune” satu sama lain. Menyelami dan menyisir kolom komentar rasanya lebih absurd lagi. Beberapa ”memori palsu” yang mungkin exist di dunia paralel rasanya menjadi sangat relevan. Seperti yang terdapat pada kolom komentar video 80s Remix: Baby – Justin Bieber,

“Saw his comeback tour in 2001. The passion was completely gone you could tell he was just doing it for the money. But, I’ll never forget the time I saw him live in ’87. The way he sang was truly magical. I was in college, if I remember correctly I was a senior. I surprised my girlfriend with tickets to the show, and I had maybe my fondest moment at that show. Seeing him playing that sax was amazing. I’ve sense married the girl I brought to the show. Thanks for the memories Justin, rest in peace.”

Read More Read More

AngingMammiri dan identitas kelompok.

AngingMammiri dan identitas kelompok.

Saya teringat perkataan seorang teman bahwa ada saat ketika identitas seseorang disematkan kemana dia berkumpul dan berkerumun. Identitas yang menjadi dasar asumsi berlaku, bertindak dan bercakap. Sepanjang karir pertemanan dan interaksi sosialku pun sudah beberapa identitas yang saya sematkan ke punggung. Anak Kosmik, relawan Rumah KaMu dan Sokola, sampai bagian dari kumpulan bloger Makassar yang slogannya lebih banyak kumpul-kumpul dan hore-hore.

Sebenarnya seberapa kuat ikatan kelompok tersebut pada suatu individu? Untuk kelompok bloger yang begitu cair, mengapa bisa bertahan sampai 12 tahun di ranah digital?

Sesi Kopdar hore

Perjalanan AngingMammiri.org bisa dikatakan dimulai dari pertemuan beberapa founder yang akhirnya mencetuskan ide untuk berkumpul dan berkomunitas. Kisah ini entah sudah berapa ratus kali diulang dan diceritakan lagi dan lagi. Layaknya sebuah amandemen, inilah cikal bakal tempat yang menyediakan rumah bagi banyak orang. Dimulai dengan event kecil-kecilan, workshop, seminar, kopdar, akhirnya rumah itu berubah menjadi lebih besar dengan semua dramanya.

Read More Read More